PENINGKATAN
MUTU MINYAK ATSIRI MELALUI PROSES PEMURNIAN
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan banyak
digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Nilai jual dari minyak atsiri sangat ditentukan oleh kualitas
minyak dan kadar komponen utamanya. Minyak
atsiri di Indonesia sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat awam,
sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak
atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak
tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan
asing tersebut dengan sendirinya akan merusak mutu minyak atsiri yang
bersangkutan. Bila tidak memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak
tersebut akan jauh lebih murah.
Untuk meningkatkan kualitas minyak dan nilai jualnya, bisa dilakukan dengan
beberapa proses pemurnian baik secara fisika ataupun kimia. Dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses pemurnian bisa meningkatkan kualitas minyak
tersebut, terutama dalam hal warna, sifat fisikokimia dan kadar komponen
utamanya. Proses pemurnian yang akan
dibahas adalah untuk pemurnian minyak nilam, akar wangi, kenanga dan daun
cengkeh. Dari proses pemurnian bisa dihasilkan minyak yang lebih cerah dan
karakteriknya memenuhi persyaratan mutu standar.
Kata kunci : Mutu minyak atsiri, pemurnian
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam,
sereh wangi yang dikenal sebagai Java cittronellal oil, akar wangi, pala,
kenanga, daun cengkeh, dan cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa Barat (sereh
wangi, akar wangi, daun cengkeh, pala), Jawa Timur (kenanga, daun cengkeh),
Jawa Tengah (daun cengkeh, nilam), Bengkulu (nilam), Aceh (nilam, pala), Nias,
Tapanuli, dan Sumatera Barat (Manurung, 2003).
Teknik
penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan para petani, masih
dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan secara baik
dan benar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara
maksimal, seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan,
penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak
diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi. Biasanya minyak
yang dihasilkan akan terlihat lebih gelap dan berwarna kehitaman atau sedikit
kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal ini akan berpengaruh
terhadap sifat fisika kimia minyak. Untuk itu, proses penyulingan minyak yang baik dan benar perlu diketahui
secara lebih rinci, sehingga minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan
mutu yang ada.
Kualitas atau
mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing
minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya; adanya
bahan-bahan asing akan merusak mutu minyak atsiri. Komponen standar mutu minyak
atsiri ditentukan oleh kualitas dari minyak itu sendiri dan kemurniannya.
Kemurnian minyak bisa diperiksa dengan penetapan kelarutan uji lemak dan
mineral. Selain itu, faktor yang menentukan mutu adalah sifat-sifat
fisika-kimia minyak, seperti bilangan asam, bilangan ester dan komponen utama
minyak, dan membandingkannya dengan standar mutu perdagangan yang ada. Bila
nilainya tidak memenuhi berarti minyak telah terkontaminasi, adanya pemalsuan
atau minyak atsiri tersebut dikatakan bermutu rendah. Faktor lain yang berperan
dalam mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman, umur panen, perlakuan bahan
sebelum penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya,
perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan dan penyimpanan.
Pemurnian
merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai
nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal adalah
secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan
penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik,
karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi. Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan
dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran
dengan adsorben atau senyawa pengomplek tertentu.
TEKNOLOGI
PEMURNIAN
Proses pemurnian bisa dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini
terkait dengan sifat minyak atsiri yang terdiri dari berbagai komponen kimia
dan secara alami terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe komponen yang
berbeda dari setiap tanaman (Davis et al.,2006). Proses pemurnian secara fisika
bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan
(redestillation) dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Untuk proses
secara kimia dengan 1) adsorpsi
menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2)
menghilangkan senyawa terpen (terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan dalam alkohol encer,
kestabilan dan daya simpan dari minyak, dan 3 ) larutan senyawa pembentuk
kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan Satyaputra, 1995 )
Dalam proses secara fisika, yaitu metode
redestilasi adalah menyuling ulang minyak atsiri dengan menambahkan air
pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian
campuran didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak
nilam dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi
(kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm
menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih
baik karena komponen kimia dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya
(Sulaswaty dan Wuryaningsih, 2001). Komponen
kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya.
Adsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar
partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben
padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul
lainnya (Anon, 2000). Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang
bersifat polar (silika, alumina dan tanah diatomae) ataupun non polar (arang
aktif) (Putra, 1998). Secara umum proses pemurnian secara kimia sesuai dengan
diagram alir Gambar 1.
Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan
senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et
al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi
hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat
yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam
sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1997; Marwati et al., 2005;
Moestafa et al., 1990). Proses
pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam
dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh
konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum keseimbangan reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut :
Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless
biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam
pembuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang
lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara
penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan kolom alumina
menggunakan eluen tertentua dan ekstraksi menggunakan alkohol encer
.
HASIL-HASIL
PENELITIAN PEMURNIAN MINYAK
MINYAK DAUN
CENGKEH
Minyak daun cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan
daun dan ranting tanaman cengkeh. Minyak daun cengkeh hasil penyulingan rakyat
seringkali berwarna hitam kecoklatan dan kotor, sehingga untuk meningkatkan
nilai jual dari minyak tersebut, perlu dilakukan pemurnian. Dari beberapa
hasil pemurnian menunjukkan bahwa minyak dapat dimurnikan dengan metoda
adsorpsi dan pengkelatan. Komponen
minyak daun cengkeh dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
adalah senyawa fenolat dengan
eugenol sebagai komponen terbesar. Kelompok kedua adalah senyawa non fenolat
yaitu β-kariofeilen, α-kubeben, α-kopaen, humulen, δ- kadien, dan kadina 1,3,5
trien dengan β-kariofeilen sebagai komponen terbesar. Eugenol mempunyai flavor
yang kuat dengan rasa yang sangat pedas dan panas (Sastrohamidjojo, 2002).
Pada proses pemurnian minyak daun cengkeh dengan
bentonit 1 sampai 10 % diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi bentonit
terjadi peningkatan kejernihan, kecerahan dan warna minyak. Peningkatan
kejernihan terjadi karena bentonit sifatnya mudah menyerap air dan logam,
sehingga dengan berkurangnya air dan logam yang terikat dalam minyak
menyebabkan minyak menjadi jernih. Pemurnian secara pengkelatan dengan asam
sitrat 0,6 % juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu peningkatan kejernihan dan
kualitas minyak (Marwati et al., 2005). Kualitas
minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian terlihat pada Tabel.
Dari Tabel 4
terlihat bahwa dengan proses pemurnian baik dengan bentonit maupun asam sitrat,
terjadi peningkatan mutu minyak. Pemakaian bentonit dengan konsentrasi 7 %
sampai 10 % menghasilkan minyak dengan sifat fisik yang tidak berbeda jauh,
tetapi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar eugenol. Konsentrasi terbaik untuk pengkelatan minyak daun cengkeh
dengan asam tartarat adalah 4 %. Akan tetapi dengan bantuan pemanasan (60°C)
selama 30 menit, akan menghasilkan minyak yang jauh lebih jernih, hal ini
terlihat dari peningkatan nilai transmisi (34,7- 58,5 %) (Karmelita, 1991).
Pemurnian minyak daun cengkeh dengan asam tartarat 4 % berpengaruh sekali
terhadap peningkatan kejernihan (dari 1,1 % menjadi 75,7%), perubahan warna
minyak dari gelap menjadi coklat muda dan peningkatan kadar eugenol dari 76,996
ppm menjadi 79,038 ppm, sedangkan
karakteristik lain tidak berubah secara signifikan.
STANDAR MUTU
Standar merupakan dokumen yang sangat penting dalam menentukan kualitas suatu
bahan dengan persyaratan tertentu, yang meliputi persyaratan spesifikasi,
prosedur dan aturan yang bersifat dinamis, sehingga perlu dikelola secara
profesional dengan memperhatikan kebutuhan pengguna serta perkembangan
teknologinya. Bila tidak memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan
masalah sosial seperti menurunkan persaingan akibat adanya hambatan dalam
menembus pasar serta tidak cukupnya proteksi terhadap pengguna dan perlindungan
lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan berdasarkan acuan ke
standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar internasional yang
merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi khusus
untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses perencanaan,
mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan lebih mudah baik di
pasar domestik dan pasar bebas.
Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan batasan atau kriteria-kriteria
tertentu. Biasanya dalam karakteristik mutu dicantumkan sifat khas minyak
atsiri sesuai dengan bahan asalnya atau karakteristik ilmiah dari masing-masing
minyak tersebut.Dari sifat fisika kita akan mengetahui keasliannya, sedangkan
sifat kimia, meliputi komponen kimia pendukung minyak secara umum bisa
diketahui, terutama komponen utamanya. Adanya bahan-bahan asing yang tercampur
dengan sendirinya akan merusak mutu minyak tersebut. Oleh karena itu, cara-cara
sederhana tetapi teliti sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya bahan-bahan
asing, baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Bahkan persyaratan tertentu
seperti komponen utama minyak atsiri perlu dicantumkan dalam upaya menghindari
pemalsuan (Pardede, 2003). Contoh standar yang digunakan dalam perdagangan
minyak nilam (Tabel 5).
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000.
2.
Anon. 2006. Vetiver essential information.
file://C:\DOCUME~1\Pasca\LOCALS~1\Temp\J7SHE9R8.htm. 5 hal.
3.
Ekholm P., L. Virkki, M. Ylinen, and L.
Johanson. 2003. The effect of phytic acid and some natural chelating agents on
solubility of mineral elements in oat bran. Food Chem 80: 165-170.
4.
Kamal, C and R. Ashok. 2006. Modified
vetiver oil : economic biopesticide. http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm?SE_Q NO_
115=170715
5.
Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara
pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium aromaticum L.) dengan asam tartarat.
Skripsi S1, Fateta, IPB-Bogor. 98 hal.
6.
Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E.
Mulyono. 2005. Peningkatan mutu minyak daun cengkeh melalui proses pemurnian.
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 2 (2):93-100.
7.
Pardede, J.J. 2003.Peningkatan mutu minyak
atsiri dan pengembangan produk turunannya. Sosialisasi/temu usaha peningkatan
mutu bahan olah industri minyak atsiri. Deperindag, Jakarta. 20 hal..
0 komentar:
Post a Comment