Translate

Sunday, April 27, 2014

Kromatografi Lapis Tipis KLT silika gel

KLT


Kromatografi lapis tipis klt silika gel merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.[1]

Prinsip
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.[1] Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.[1] Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.[1] Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.[2]

Visualisasi
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi.[1] Tahapan ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang di uji.[1] Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin.[3] Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina.[3] Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu.[3] Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol.[3]
Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif.[4] Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda.[4] Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel.[4] Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.[4] Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut[4] :
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.[5] Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.[5]
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa.[5] Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.[5] Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.[5]

Pengertian Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.

Peralatan KLT

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam.

Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh.

Faktor Retensi

Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.

Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.

Cara Menggunakan KLT

KLT sangat berguna untuk mengetahui jumlah komponen dalam sampel. Peralatan yang digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT) , pinset, plat KLT, dan eluen. Inilah langkah-langkah memakai KLT:
  1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm. Berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
  2. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan garis akhir di bagian atas.
  3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
  4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan campurkan.
  5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh ulen. Tutuplah chamber.
  6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat.
  7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat atau ninhidrin.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ni.
proses KLT

Kromatografi lapis tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter et al, 1991).
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Pelaksanaan KLT
1.      Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap  berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar & Rohman, 2007).
2.      Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1.      Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2.      Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3.      Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar & Rohman, 2007).
Tabel 2.1.          Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006)
Eluen
Fase Diam
Keterangan
Heksan : Etil asetat
Silika Gel
Sistem umum yang digunakan
Petrol : Dietileter
Silika Gel
Sistem umum yang digunakan untuk senyawa nonpolar seperti terpen dan asam lemak
Petrol : Kloroform
Silika Gel
Berguna untuk pemisahan derivat asam sinamat dan kumarin
Toluen : Etil asetat : Asam asetat (TEA)
Silika Gel
Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik untuk pemisahan metabolit asam
Kloroform : Aseton
Silika Gel
Sistem umum untuk produk dengan polaritas sedang
n-Butanol : Asam Asetat : Air
Silika Gel
Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida
Metanol : Air
C18
Dimulai dengan metanol 100% dilanjutkan dengan penambahan konsentrasi air
Asetonitril : Air
C18
Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air
Selulosa
Memisahkan senyawa dengan kepolaran tinggi seperti gula dan glikosida

3.      Penotolan Sampel
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).
4.      Pengembangan 
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).

5.      Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007).
Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya (Gibbons, 2006). Metode deteksi lain adalah dengan menggunakan pereaksi semprot. Pereaksi semprot yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Beberapa Jenis Pereaksi Semprot untuk KLT (Gibbons, 2006)
Pereaksi semprot
Komposisi
Perlakuan
Keterangan
Vanilin asam sulfat
1 gram vanilin dalam asam sulfat pekat
Disemprot dan dipanaskan hingga muncul warna
Pereaksi umum yang digunakan. Terpen akan menghasilkan warna merah atau biru
Asam fosfomolibdat
Asam fosfomolibdat 5% b/v dalam etanol
Disemprot dan dipanaskan hingga muncul warna
Untuk mendeteksi terpen dengan bercak biru berlatar kuning
Reagen Dragendorff
10 mL larutan KI 40% ditambahkan dengan 10 mL larutan 0,85 gram bismuth subnitrat dalam 10 mL asam asetat dan 50 mL air. Larutan tersebut diencerkan dalam 10 mL asam asetat dan 50 mL air
Jika reaksi tidak spontan maka diperlukan pemanasan
Deteksi alkaloid menghasilkan warna oranye pekat hingga merah


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami, caranya beragam, mulai dari cara sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan, dan metode ini dipakai untuk setiap jenis senyawa. Metode ini pemanfaatannya secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.
Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan cara lama, digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Kromatografi lapis tipis lebih unggul bila sejumlah kondisi pemisahan yang berbeda-beda diperlukan untuk menangani penetapan kadar seluruh cuplikan, karena sejumlah bejana pengembang yang berisi berbagai sistem pelarut dapat lebih hemat dipakai. Keuntungan lain, tiadanya gangguan pelarut pada penyelidikan secara fotometri karena pelarut sebagai fase gerak telah diuapkan.
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul, pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut yaitu kelarutan, adsorbsi, dan keatsirian.

I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan dan identifikasi kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Memisahkan dan mengidentifikasi kation dan anion yang terdapat dalam suatu sampel dengan metode KLT.

I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan jenis kation dan anion yang terkandung dalam suatu sampel dengan metode KLT berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke dalam eluen dengan parameter nilai Rf dari noda yang terbentuk.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Pada Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas serupa dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya dalam sifat dan fungsi fase diam. Pada KLT, fase cair lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya CaSO4 atau amilum (pati) (1).
Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan (2).
KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semikuantitatif (2).
Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dengan cara menempatkan cuplikan itu disana disebut penotolan. Garis depan pelarut adalah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan, dan setelah pengembangan selesai , merupakan tinggi maksimum yang diperoleh pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh bercak linarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titk awal dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1 (1).
Ada dua metode kuantitasi analit dalam KLT (cocok untuk bahan anti radioaktif). Pertama melibatkan sejumlah cara pengukuran langsung pada lempeng seperti pengukuran luas, perbandingan keterlihatan, atau densitometri. Kedua melibatkan pergerakan analit dari lempeng, diikuti dengan tahap kuantitasi. Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan kerugian dan mempunyai kedudukan tersendiri dalam KLT kuantitatif. Teknik ini terutama ditekankan pada densitometri (3).
II.2 Uraian Bahan
  1. Asam asetat (4 ; 41)
Nama resmi : Acidum aceticum
Sinonim : Asam cuka
RM / BM : CH3COOH / 60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam tajam.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol 95 % Pdan dengan gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pereaksi
  1. Benzen (4 ; 658)
Nama resmi : Benzen
Sinonim : Benzena
RM / BM : C6H6 / 78,11
Pemerian : Cairan tidak berwarna, transparan, mudah terbakar.
Kelarutan : Larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pereaksi/eluen
  1. Kloroform (4 ; 151)
Nama resmi : Chloroform
Sinonim : Kloroform
RM / BM : CHCl3 / 119,38
Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,rasa manis dan 
                   membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian
besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam
minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca, terlindung
dari cahaya.
Khasiat : Anestetik umum, pengawet, zat tambahan
Kegunaan : Reagensia/eluen
  1. Karbon tetraklorida (4 : 695)
Nama resmi : Karbon tetraklorida
RM / BM : CCl4 / 153,82
Pemerian : Cairan jernih mudah menguap, tidak berwarna, baukhas.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan
etanol mutlak dan dengan eter.
Penyimpanan : Dalam wadah bersumbat kaca.
Khasiat : Sebagai obat bius
Kegunaan : Reagensia/eluen
  1. Asam nitrat (4 : 650)
Nama resmi : Acidum nitricum
Sinonim : Asam nitrat
RM / BM : HNO3 / 63,01
Pemerian : Cairan berasap, sangat korosif, bau khas sangat merangsang.
Kelarutan : Larut dalam air.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pereaksi
  1. Dithizone (4 : 671)
Nama resmi : Difenilkarbazon
Sinonim : Difeniltiokarbazon
RM / BM : C6H5N=NCSNHNH5H6 / 256,32
Pemerian : Serbuk halus, kristal hitam.
Kelarutan : Larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup, bersuhu sejuk.
Khasiat : Pereaksi spesifik
Kegunaan : Pereaksi
  1. Parasetamol (4 : 37)
Nama resmi : Acetominophenum
Sinonim : Acetominofan, Parasetamol
RM / BM : C8H9NO2 / 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%)p, dalam 13 bagian aceton p, dan dalam 40 bagian gliserol p
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, berlindung dari cahaya
Kegunaan : sebagai sampel
  1. Asetosal (4 : 43)
Nama resmi : Acidum acetylsalicylicum
Sinonim : Asetosal, Asam asetil salisilat
RM / BM : C9H8O4 / 180,16
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau atau hamper tidak berbau; rasa asam
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95%) p; larut dalam kloroform p dan dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai sampel
  1. Asam salisilat (4 : 56)
Nama resmi : Acidum salycylicum
Sinonim : Asam salisilat
RM / BM : C7H6O3 / 138,12
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hamper tidak berbau; rasa agak manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) p; mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p; larut dalam larutan ammonium asetat p,dinatrium hidrogenfosfat p, kalium sitrat p dan natriumsitrat p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Keratolitikum, anti fungi
Kegunaan : Sebagai sampel
  1. Antalgin (4 : 369)
Nama resmi : Metampyronum
Sinonim : Metampiron, Antalgin
RM / BM : C13H16N3N4O4S.H2O / 357,37
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
     Kegunaan : Sebagai sampel
  1. Sulfadiazin (4 : 579)
Nama resmi : Sulfadiazinum
Sinonim : Sulfadiazin
RM / BM : C10H10N4O2S / 250,27
Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan atau putih agak merah jambu; hampir tidak berbau, tidak lama
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) p dan aseton p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel
  1. Kafein (4 : 125)
Nama resmi : Coffein
Sinonim : Kafein
RM / BM : C6H10N4O2 / 197,19
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilat, biasanya menggumpal putih; tidak berbau; rasa pahit
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p;mudah larut dalam kloroform p; dan sukar larut dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
II.3 Prosedur Kerja
Buatlah eluen benzena-CCl4 dan benzena-kloroform dengan perbandingan 10:1. Buatlah sampel 0,1 % sebanyak 10 ml dengan air suling. Siapkan chamber dan jenuhkan dengan eluen yang akan digunakan. Tambahkan beberapa tetes asam asetat sampai pH 5 dengan menggunakan kertas pH universal. Buatlah 10 ml larutan ditizon 0,1 % dalam kloroform. Masukkan sampel dengan corong pisah, kemudian masukkan juga larutan ditizon 0,1 %. Kocok dengan sekali-kali tutupnya dibuka. Kemudian diamkan beberapa saat agar terpisah dengan baik. Pisahkan larutan, kemudian yang berada di bagian bawah masukkan lagi ke dalam corong pisah. Masukkan 10 ml HNO3 0,02 N dalam corong pisah, lalu kocok dengan sekali-sekali tutupnya dibuka, kemudian diamkan dan pisahkan. Tampung larutan bagian bawah dalam botol vial dan totolkan pada lempeng kemudian elusi. Catat spot yang terbentuk dan hitung nilai Rf yang terbentuk.


BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Botol eluen, Corong pisah, Gelas chamber dan penutupnya, Gelas phiala, Gelas ukur 10 ml, Lempeng kromatografi (silika gel), Penotol, Pinset, Vial
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Air suling, Eluen Benzena-CCl4 10:1, Etanol 95 % , Kertas saring, Kertas pH, Larutan asam nitrat 0,02 N, Larutan Dithizon 0,1 % dalam kloroform

III.2 Cara Kerja
  1. Dibuat eluen benzena-CCl4 dengan perbandingan 10:1
  2. Disiapkan chamber dan dijenuhkan dengan eluen benzena-CCl4
  3. Dibuat sampel 0,1 % sebanyak 10 ml dengan air suling
  4. Diukur pH larutan sampel dengan kertas pH
  5. Dimasukkan ke dalam corong pisah sampel dan larutan ditizon 0,1 % dalam kloroform sebanyak 10 ml. Dikocok dengan sekali-kali tutupnya dibuka. Lalu larutan didiamkan beberapa saat agar terpisah dengan baik.
  6. Larutan dipisahkan.
  7. Larutan yang berada dibawah dimasukkan lagi ke dalam corong pisah
  8. Dimasukkan ke dalam corong pisah 10 ml HNO3 0,02 N dalam corong pisah, lalu dikocok dengan sekali-sekali tutupnya dibuka, kemudian didiamkan dan dipisahkan.
  9. Ditampung larutan di bagian bawah dalam botol vial dan ditotolkan pada lempeng kemudian dielusi.
  10. Dicatat spot yang terbentuk dan dihitung nilai Rf yang terbentuk.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
IV.1.1 Data Pengamatan
No.
Jumlah noda
Kode zat
Warna noda
Jarak noda
Jarak eluen
1.
2.

3.

4.

5.
1
2

2

2

3

I
X

Y

S

R

Merah muda
Coklat
Coklat muda
Merah muda
Coklat
Ungu
Merah muda
Orange
Coklat
Merah muda
3,2
0,9
4,8
3,2
4,0
4,6
3,8
4,8
4,5
3,7
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5

IV.1.2 Perhitungan
                    Jarak yang ditempuh oleh noda
Rf =
         Jarak yang ditempuh oleh eluen

Kode sampel I
Rf = 3,2 / 5,5
Rf = 0,581 (noda merah muda)
Kode sampel X
Rf = 0,9 / 5,5
Rf = 0,163 (coklat)
Rf =4,8 / 5,5
Rf = 0,872 (coklat muda)
 Kode sampel Y
Rf = 3,2 / 5,5
Rf = 0,581 (merah muda)

Rf = 4,0 / 5,5
Rf = 0,727 (coklat)

Kode sampel S
Rf = 4,6 / 5,5
Rf = 0,836 (ungu)

Rf = 3,8 / 5,5
Rf = 0,690 (merah muda)

Kode sampel R
Rf = 4,8 / 5,5
Rf = 0,873 (orange)

Rf = 4,5 / 5,5
Rf = 0,818 (coklat)

Rf = 3,7 / 5,5
Rf = 0,627 (merah muda)

IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakuakan pengidentifikasian kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke dalam eluen dengan parameter Rf dari noda yang terbentuk. Lempeng yang digunakan menggunakan adsorben yang terbuat dari silika gel.
Peralatan yang digunakan pada KLT ini meliputi suatu lempeng tipis. Dengan batuan alat ini bahan sorben dapat dibuat rata pada pelat dan dapat dilapiskan dengan ketebalan yang diinginkan. Pelat ini memungkinkan sejumlah larutan diperiksa dan larutan pembanding ditotolkan padab titik awal. Selain pelat juga digunakan bejana kromatografi dari bahan tembus cahaya dengan tutup rapat. Bejana dilapisi kertas saring dan sejumlah besar fase gerak dituangkan untuk penjenuhan kertas dan pada dasar bejana diisi dengan pelarut pengembang setinggi 1,5 ml. Ditutup dan dibiarkan jenuh dengan eluen.
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung bahan tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Silika gel digunakan sebagai adsorben untuk kromatografi senyawa-senyawa netral, asam dan basa. Selain itu silika gel mempunyai efek pemisahan melalui proses adsorbsi dan partisi.
Larutan zat uji ditotolkan 2,5 cm dari bawah dan minimum 2 cm dari sisi pelat, sedemikian rupa sehingga terjadi noda teratur yang maksimum berdiameter 6 mm, tetapi pada percobaan ini syarat tersebut tidak diperhatikan sehingga lempeng yang digunakan lebernya sangat kecil. Penotol yang digunakan sebaiknya berdiameter 0,1 mm – 1 mm, sehingga larutan zat uji yang digunakan juga sesuai dengan apa yang diinginkan.
Setelah ditotolkan, pelat diuapkan. Lalu pelat diletakkanvertikal dalam bejana kromatografi dan titik awal harus tetap berada disebelah atas permukaan fase mobil. Bejana ditutup dan disimpan pada suhu 20 – 25 oC. Jika fase gerak sudah melewati trayek yang diberikan dalam monografi, pelat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan diudara. Cara pengembangan pada KLT adalah menaik.
Untuk KLT dapat digunakan metode identifikasi dengan menggunakan pereaksi kimia. Pereaksi yang sering digunakan asam sulfat pekat dalam bentuk yang disemprotkan. Akan terbentuk noda gelap senyawa yang dipisahkan karena terjadi pengarangan. Tetapi pada praktikum ini tidak digunakan pereaksi karena senyawa yang ingin dipisahkan sudah berwarna.
Harga Rf merupakan parameter karasteritik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karasteristikdan reproduksibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Harga Rf dipengaruhi oleh faktor berikut :
    • Pelarut yang digunakan
    • Bahan pengemban (jenis dan ketebalan lapisan).
    • Suhu.
    • Kejenuhan ruangan akan pelarut.
    • Kelembaban udara.
    • Konsentrasi dan komposisi larutan yang diperiksa.
    • Panjang trayek migrasi.
    • Senyawa asing dan pencemaran pelarut.
    • Ketidakhomogenan lempeng.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka kesalahan dalam melakuakn peraktikum ini tetap mesti ada. Misalnya suhu udara padasaat praktikum dan kelembaban udara, karena pada saat praktikum diluar hujan. Selain itu Cuma digunakan satu jenis adsorben, sehingga pemisahan yang dilakukan kurang teliti karena harga Rf-nya dan warna bercak mungkin saja bisa sama.

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah
No.
Kode sampel
Sampel yang digunakan
1.
2.
3.
4.
5.
I
X
Y
S
R
CaCl2
Semua zat
Pb asetat
NaCl
ZnCl2
VI.2 Saran
Agar di dalam praktikum ini eluen yang digunakan berbagai jenis dan perbandingan serta lempeng yang digunakan mempunyai fase diam yang berbeda-beda misalnya alumin dan selulosa, sehingga hasil yang diinginkan lebih teliti.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Gritter, J.R., dkk., (1991), “ Kromatografi “, Penerbit Institut Teknologi Bandung, 1, 6, 8.
  2. Ditjen POM., (1995), “ Farmakope Indonesia “, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 45, 46, 50, 1002
  3. Munson, J.R., (1991), “ Analisis Farmasi”, Bagian B, Airlangga University Press, Surabaya, 125, 128.
  4. Ditjen POM., (1979), “ Farmakope Indonesia “, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 41, 658, 151
  5. Svehla, G., (1985), “ VOGEL : Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro “, PT Kalman Media Pustaka, Jakarta.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Hanif bop

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis adalah kromatografi menggunakan lapis tipis, yaitu lapisan adsorben yang melekat pada pelat iner, miasalnya kaca, alumanium atau pelat polyester.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) di gunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Mekanisme pemisahan komponen berdasarkan adsorbsi atau partisi.

Cara kerja KLT hamper sama dengan kromatografi kertas. Dibandingkan dengan kromatografi kertas, KLT mempunyai beberapa keunggulan yaitu :
1.       Pemisahan berjalan relative lebih cepat.
2.       Sensitive artinya walaupun konsentrasi zat uji kecil masih dapat di deteksi.
3.       KLT mempunyai daya resolusi yang tinngi, sehingga pemisahan lebih sempurna dan terlokalisir baik.

A.      Adsorben
Adsorben yang umum di gunakan antara lain silica gel, alumina, tanah diatomeae. Silica gel bersifat asam, di gunakan untuk pemishan  komponen zat uji berdasrkan adsorbdi atau partisi asam, digunakan untuk pemisahan komponenzatuji berdasarkan adsorbs. Tanah diatomeae bersifat netral, digunakan sebagai penyangka pada kromatografi untuk pemisahan komponen zat uji berdasarkan partisi.

B.      Sietem Pelarut
System pelarut yang digunakan untuk eluasi akan mempengaruhi hasil pemisahan komponen zat uji. System pelarut tersebut umumnya sudah tertera pada metode dalam literature.

C.      Lempeng
Lempeng atau pelat iner adalah tempat melekatanya lapisan adsorben. Ukuran lempeng yang di gunakan yang digunakan biasanya 2020 cm dan 2010 cm dengan ketebalan lapisan adsorben 250 mikrometer. Lempeng dalam bentuk jadi sudah ada di pasaran, tetapi lempeng dari gelas dapat di buat sendiri.

D.      Prosedur / Cara Kerja Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1.       Siapkan peralatan
2.       Siapkam plate KLT (Gelas, Plastik, Logam)
3.       Buat jaraj penotolan dari batas bawah plate
4.       Buat jarak rambat (eluasi)
5.       Totolkan sample dan bahan pembanding pada plate
6.       Masukkan pelarut  (eluen) ke dalam chamber
7.       Lakukan eluasi sampai batas yang diinginkan
8.       Angkat dan keringkan
9.       Identifikasi sample & bahan pembanding dengan sinar UV / direaksikan dengan bahan kimia
10.   Hitung nilai Rf


Urutan Prosedur Kerja Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
-         Penyiapan lempeng
Lempeng dengan lapisan yang sesuai dengan metode, di aktifkan.
-         Penotolan larutan zat uji pada lempeng
Larutan zat uji dan larutan zat uji dan larutan baku pembanding di totolkan pada lempeng yang telah di aktifkan, menggunakan pipa kapiler atau syringe sejumlah volume sesuai yang tertera dalam metode
-         Eluasi / pemisahan komponen- komponen zat uji
Lempeng yang telah di totoli larutan zat uji dan larutan baku pembanding, di elusi dengan system pelarut yang tertera dalam metode
-         Deteksi bercak komponen - komponen zat uji
Bercak dari komponen zat yuang berwana dapat langsung di lihat
Bercak dari komponen zat yang tidak berwarna, ddi gunakan dengan cara berikut :
a.       Cara Fisika
Bercak komponen di sinari lampu ultraviolet pada 254 nm dan 366 nm
b.      Cara Kimia
Bercak komponen di semprot dengan pereaksi kimia tertentu dan terjadi warna

Perhitungan Nilai Rf

Perhitungan nilai Rf pada KLT sama dengan penentuan harga Rf pada kromatografi kertas. Harga Rf tersebut dapat di gunakan untuk identifikasi.

Untuk memudahkan indentifikasi senyawa - senyawa yang muncul pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang di tempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing- masing.

            Nilai Rf untuk setiap warna di hitung dengan rumus sebagai berikut :


                      Rf  =  Jarak yang di tempuh oleh komponen
                                   Jarak yang di tempuh oleh pelarut


 Untuk tujuan penetuan kadar, bercak komponen yang di perolehdi kerok, lalu di larutkan dalam pelarut yang cocok dan di analisis dengan metode yang cocok, misalnya spektrofotometri. Satu cara telah di kembangkan di mana bercak komponen di analisis tanpa di kerok dahulu, cara tersebut di namakan densitometry.

fsjsff

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 FARMASI OBAT HERBAL.

Designed by Templateiy & CollegeTalks