Translate

Monday, May 5, 2014

Teknologi sediaan steril

Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan kondisi steril.
Desinfektan adalah pembunuh baktreri yang penggunannya pada benda mati, misalnya pada lantai. Antiseptik adalah pembunuh bakteri yang penggunannya pada jaringan hidup, misalnya pada kulit dan luka.
Injeksi adalah sediaan steril yang diberikan melalui penyuntikkan pada lapisan kulit. Infus adalah sediaan
yang penggunannya sama dengan injeksi teapi volumenya lebih besar (lebih dari 100 ml). Radiofarmasi yaitu sediaan farmasi yang obat aktifnya merupakan zat radioaktif. Larutan irigasi adalah larutan steril yang dipakai secara topikal, untuk mencuci sela-sela atau lubang tubuh termasuk luka (merupakan larutan NaCl 0,9%, dikemas dalam volume besar dan botol mulut lebar).

Zat diagnostik adalah zat-zat yang digunakan untuk mendiagnosis. Misal evans blue untuk kontrol volume darah. Ekstrak alergenik adalah zat yang digunakan untuk menguji sensitivitas terhadap sesuatu, misal antibiotik. Ekstrak ini diencerkan dengan aqua steril saat akan digunakan.
Sediaan steril dapat berwujud:
1. Padat steril
-         merupakan obat steril
-         merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan pengurangan tekanan secara bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.
2. Semi padat, misal salep mata.
3. Cair, misal injeksi.
Syarat obat dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Efikasi
Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas obat dalam terapi.
2.   Safety
Keamanan ini antara lain meliputi: keamanan dosis obat dalam terapi, memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3.   Aceeptable
Maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian menarik dan mudah dipakai konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:
1. Terapi, meliputi:
-         dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis terapi efektif obat tersebut.
-         lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap merasa nyaman selama terapi.
-         farmakokinetika obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan lain-lain.
2. Sifat fisika-kimia meliputi:
-         ukuran partikel
-         sifat alir
-         kompaktibilitas
-         ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode pembuatan sediaan obat.


SEDIAAN PARENTERAL

Keuntungan sediaan parenteral:
  1. aksi obat lebih cepat
  2. cocok untuk obat inaktif jika diberikan oral
  3. obat yang mengiritasi bila diberikan secara oral
  4. kondisi pasien (pingsan, dehidrasi) sehingga tidak memungkinkan obat diberikan secara oral.
Kerugian sediaan parenteral:
  1. tidak praktis
  2. butuh alat khusus (untuk injeksi)
  3. sakit
  4. risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dihilangkan
  5. butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau perawat.
Alasan obat dibuat sediaan parenteral:
1.   Kadar obat sampai ke target
Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk terapi.
2.      Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
3.   Jaminan dosis dan kepatuhan
Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4.   Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa dipakai secara oral. Contoh: amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).
5.   Altrnatif rute, jika tidak bisa lewat oral.
6.   Dikehendaki  efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik.
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.
7.   Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
8.   Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntahber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera harus dikembalikan
9.   Efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal

Faktor-faktor farmasetik yang berpengaruh pada penggunaan parenteral:
  1. Kelarutan obat dan volume injeksi
Kelarutan obat akan berpengaruh pada volume injeksi, jika mudah larut mak volume yang diberikan kecil. Untuk obat yang sukar larut dapat dibuat dalam bentuk suspensi atau dengan kosolvensi.
2.    Karakteristik bahan pembawa
-         water: air ada spesifikasi khusus
-         water-miscible solvent (solven yang campur dengan air)
-         water-immiscible solvent (solven yang tidak campur dengan air)
3.   pH dan osmolalitas injeksi

a. Isohidris yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Kalau bisa pH sama dengan pH darah, tapi tidak selalu, tergantung pada stabilitas obat. Contoh: ijeksi aminofilin dibuat sangat basa karena pada kondisi asam akan terurai. Dalam pembuatan ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan kelarutan dari aminofilin.
Aminofilin injeksi                   2,4%               24%
R/  Teofilin                              2,0                   20,0
Etilen diamin                    0,55                5,5
Aqua p.i.                           ad 100                        ad 100 ml
Cara pemberian                    i.v.                   i.m.

b. Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh. Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi: hipotonis dan hipertonis.
- hipotonis yaitu tekanan osmosis larutan lebih kecil dari tekanan osmosis cairan tubuh (NaCl 0,9%). NaCl jika terurai menjadi Na (15,1 mOsmol) dan Cl (154 mOsmol) sehingga total 308 mOsmol. Sedangkan tekanan osmosis cairan tubuh yaitu 300 mOsmol. Pada hipotonis, cairan masuk ke tubuh dan masuk ke sel darah merah, sehingga sel darah merah bisa pecah (irreversibel)
- hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan lebih besar dari tekanan osmosis cairan tubuh. Air kan mengalir keluar dari sel darah sehinggga sel mengkerut (krenasi), bersifat reversibel.

4.   Tipe bentuk sediaan
  1. larutan
  2. suspensi
  3. emulsi
  4. solid
Kecepatan pelepasan obat dari bentuk sediaan:
-         aquous solution
-         aquous suspensi
-         oleagonous solution
-         oil in water (o/w)
-         water in oil (w/o)
-         oleagenous
Mekanisme pelepasan:
  1. Suspensi: berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari jaringan sekitar. Maka, akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan tetap sebagai hipertonis.
  2. Oleagenous:
o/w –> iv
w/o –> tidak boleh i.v.
  1. Mengapa w/o lebih lama? Karena water keluar dulu dari sistem emulsi, baru masuk k sel tubuh. Jadi ada dua barier.
  2. Suspensi: terlarut, statusnya tetap hipertonis
Cara menghitung isotonis:
1. cara w
Satuan g% atau g/100 ml
Contoh:
Dibuat 100 ml, kadar 10 mg/ml.
a = 0.101
b = 0.76
Jawab:
Kadar metadon = 10mg/ml = 1000 mg/100ml = 1 g/100ml (1%).
NaCl 0.9% = 0.52 (disebut isotonis)
1/0.9 x 0.52 = 0.76 (isotonis)
Zat itu hipo atau hiper?
Liat a. Jika
a = 0.52 (isotonis)
a < 0.52 (hipotonis)
a > 052 (hipertonis)
w =  zat pengisotonis yang perlu ditambahkan
kalau tanda negatif ditulis, hipernya berapa?
a bisa gabungan, bisa dilihat di tabel.
2. cara h
H = mh / fh x (0.28 fa/ma x a + fb/mb x b …….) g/L
mh = berat
fh = faktor disosiasi
- netral                                                : 1
- asam lemah, baa lemah    : 1.5
- kuat                                       : 1.8
Contoh infus laktat:
NaCl               0.3 (a) –> 3 g/L
KCl                  0.1 (b) –> 1 g/L
CaCl2             0.1 (c) –> 1 g/L
Aqua ad 100 –> 1000
Jawab:
h = 1.8/58.5 x 3 + 1.8/….. x 1 + 1.8/…… x 1
Dalam penggunaan  metode h lebih simpel, tidak perlu tabel

SYARAT SEDIAAN STERIL
Harus memenuhi 3 syarat berikut, yaitu secara fisika, kimia, dan biologi.

FISIKA
Tipe sediaan larutan
  1. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berwarna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).
  2. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam sediaan itu.
  3. Bebasa dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat. Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, serat dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
  4. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
  5. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji kebocoran dapat dilakukan dengan:
-         uji dengan larutan warna (dye bath test)
-         metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)
6.      Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:
a.         terjadi perubahan warna
Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.
b.         terjadi pengendapan
Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak bebas CO2 maka akan terbentuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air sehingga akan mengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.
CO2 + H2O –> H2CO3 (asam)
Aminopilin + Asam –> theopilin + etilen diamin
Pengatasan: injeksi aminophilin dibuat dari theopilin dan etilen diamin berlebih.


Tipe sediaan SUPENSI
MACAM PELARUT
1. Air
Air merupakan pelarut utama. Akan dijelaskan lebih mendetail setelah ini.
2. Pelarut yang dapat campur dengan air (water miscible solvent).
Jika zat aktif dari sediaan injeksi tidak stabil dalam air, maka pengatasannya dengan dibentuk sediaan kering steril atau dengan sistem kosolvensi. Aqua kosolven: pelarut pembantu, tidak pernah dipakai tunggal, tetapi campuran. Macam-macam kosolven yang bisa digunakan:
  1. glikols (glikol, propilen glikol, PEG BM rendah). PEG bersifat higroskopis sehingga kemampuan untuk melarutkan zat kurang, sehingga dipakai yang anhidrous dan BM rendah. Propilen glikol + benzil akohol (suhu 40oC), untuk injeksi digoxin.
  2. etanol/alkohol
  3. dimetil asetamid, dimetil formasmide, DMSO. Pelarut ini larut sempurna dengan air, toksisitas akutnya rendah, toksisitas kronisnya merusak liver.
  4. N-(B-hidroksietil), laktamid
  5. aseton (kosolven pada obat antitumor dan antibiotik)
  6. asam organik (asam laktat, asam sitrat)
  7. surfaktan (emulphor EL-714, chremophor, plurnic F 68, lesitin)
  8. antibeku (gliserol sp 5%, alkohol 15%).
3. Pelarut yang tidak dapat campur dengan air (water immiscible solvent).
Contoh: minyak kacang (peanut oil), minyak wijen (oleum sesame), minyak biji kapas (cotton seed), minyak jagung (corn oil), minyak zaitun (olive), paraben cair. Oleum sesame dianggap pelarut yang paling baik untuk jenis pelarut golongan ini karena mengandung komponen penstabil (pencegah tengik). Sedangkan paraben sekarang dilarang penggunaanya.
Sebagai pelarut juga harus emenuhi batasan klorida, kalsium, ion sulfat, CO2. logam berat, oxidizable substance dengan total zat padat terlarut kurang dari 10 ppm (ppm = % x 104).

fsjsff

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 FARMASI OBAT HERBAL.

Designed by Templateiy & CollegeTalks