Translate

Sunday, May 4, 2014

BAB III PEMBAHASAN Faktor Penyebab Timbulnya Kesulitan dalam Belajar



BAB III
PEMBAHASAN


A.           Faktor Penyebab Timbulnya Kesulitan dalam Belajar
Seringkali kita mendengar masalah atau keluhan tentang kesulitan yang dialami anak-anak dan remaja dalam menghadapi dan mengikuti pelajaran di sekolah, baik secara lisan, tulisan ataupun tugas-tugas yang perlu dilaksanakan. Masalah keluhan itu timbul bukan semata-mata sebagai suatu reaksi spontan terhadap suatu keadaan, akan tetapi biasanya mulai dirasakan sebagai akibat dari suatu peristiwa yang kadang-kadang sudah berlangsung lama atau berlarut-larut.
Pada anak-anak dan remaja yang mengalami masalah sekolah, biasanya terdapat keluhan-keluhan umumnya sebagai berikut :
·         Tidak ada minat terhadap pelajaran dan bersikap acuh tak acuh,
·         Prestasi sekolah menurun atau tidak ada kemajuan sama sekali,
·         Timbulnya sikap-sikap atau tingkah laku yang tidak diinginkan.

Bila kita tinjau, maka pada umumnya masalah tersebut disebabkan oleh adanya faktor-faktor negatif sebagai berikut :

1.      Kurang adanya kematangan physik, mental atau emosi sesuai dengan usianya.
Faktor ini terutama penting bagi anak-anak taraf permulaan SD.
·         Kematangan fisik yang sesuai dengan usia, misalnya keseimbangan dan koordinasi sensor motorik (daya gerak), memegang peranan penting terhadap apa yang dapat dilaksanakan anak.
·         Kematangan mental yang sesuai dengan usianya dapat membantu anak dalam hal memusatkan perhatian, menangkap, memikirkan, dan mengolah hal-hal yang tidak hanya bersifat konkrit, tetapi menjurus kepada hal-hal yang lebih abstrak.
·         Kematangan emosi yang sesuai dengan usianya, akan membantu anak untuk tidak bersikap dependent (tergantung pada orang lain), berani menghadapi dunia luar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.       Adanya hambatan fisik atau kelainan organis
        Hambatan fisik atau kelainan organis misalnya :
·         Gangguan pendengaran
·         Gangguan penglihatan
·         Cacat pada anggota badan, terutama pada tangan,
·         Gangguan pada syaraf.

3.      Kemampuan yang kurang atau justru lebih tinggi                                                   
Kemampuan yang kurang, yaitu mereka yang mempunyai kemampuan pada taraf rata-rata rendah atau dibawah rata-rata (IQ kurang dari 95).
Bagi mereka yang mempunyai IQ 90-95, sebetulnya tergolong taraf rata-rata, tetapi digolongkan dalam kemampuan yang kurang, karena seringkali beberapa aspek dari kemampuannya berada dibawah rata-rata, antara lain daya abstraksi, daya konsentrasi, dan daya ingatnya. Bila mereka tidak memperoleh perhatian yang cukup dari guru dan terutama dari orang tua, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga sering tidak naik kelas. Bagi mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90, selain mempunyai kekurangan-kekurangan seperti di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain, sehingga memerlukan pendidikan di sekolah luar biasa. Kemampuannya yang baik, maka umumnya segala sesuatu mudah baginya. Keadaan ini dapat menyebabkan pelajaran disekolah menjadi kurang menarik bagi mereka. Lalu mereka mengenggap remeh dan bersikap acuh tak acuh terhadap pelajaran. Di samping itu dapat timbul sikap atau tingkah laku lainnya yang kurang diinginkan, misalnya di kelas tidak mau memperhatikan, mengganggu teman, membolos dan sebagainya.

4.      Adanya hambatan atau gangguan emosi
Adanya hambatan atau gangguan emosi, seringkali disebabkan karena pengaruh lingkungan yang kurang baik/sesuai (favourable). Misalnya :
·         Sikap orang tua yang diktator, dan terlalu strict, hingga anak dalam segala hal didikte dan dipaksakan untuk melaksanakan kemauan orang tuanya. Dan anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, melaksanakan keinginannya dan untuk berinisiatif sendiri. Akibatnya anak merasa tertekan, patah semangat dan hilang inisiatif/kegairahan untuk melaksanakan sesuatu.
·         Sikap orang tua yang telalu bersikap melindungi (over-protective). Orang tua semacam itu, sedapat mungkin ingin melindungi/menghindarkan anaknya dari segala macam kesulitan sampai ke yang paling kecil sekalipun, seperti dengan memberikan bantuan kepada anaknya dalam segala hal. Dengan demikian maka anak tidak pernah memperoleh kesempatan untuk menjadi "self dependent" (bertumpu pada kemampuan diri sendiri) dan membentuk "self confidence" (kepercayaan diri). Sikap serba bergantung pada orang lain tersebut menyebabkan ia selalu merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk menghadapi atau melaksanakan sesuatu. Sikapnya sering ragu-ragu, tidak berani dan selalu mengharapkan atau menunggu bantuan orang lain. Usaha dari dirinya tidak ada atau kurang sekali. Hingga akhirnya ia menjadi anak yang sangat bergantung kepada orang lain.
·         Sikap orang tua, guru atau lingkungan yang "rejektive", serta pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau traumatik bagi anak, misalnya "broken home" (keluarga pecah). Keadaan yang kacau dirumah sangat mengganggu ketenangan dan kestabilan jiwa anak.


B.            Pengaruh Kesulitan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Berdasarkan 4 faktor penyebab kesulitan belajar di atas, maka dapat dikemukakan prestasi sekolah yang umumnya diperoleh dari masing-masing kelompok sebagai berikut:

1.         Anak yang kurang dalam kematangan fisik, mental atau emosi
Akan mengakibatkan :
Ø  Angka kurang untuk tugas-tugas manual yang membutuhkan ketangkasan dan keterampilan tangan.
Ø  Angka kurang untuk pelajaran berhitung, membaca dan imlak (dikte).
Ø  Angka kurang untuk sosialisasi (bermasyarakat), untuk sikap kooperatif (kerjasama) terhadap teman-teman dan tugas-tugas yang harus dikerjakan bersama. Sikap dependent (tergantung pada bantuan orang lain), mudah menangis, atau sangat kasar terhadap kawan.

2.         Anak yang mengalami hambatan fisik atau kelainan organik
Akibatnya antara lain:
Ø  Angka kurang, terutama untuk pelajaran yang membutuhkan daya tangkap dan pendengaran yang baik, misalnya imlak (dikte). Karena sering kurang menangkap penjelasan-penjelasan guru, maka rata-rata angkanya rendah, hampir untuk setiap pelajaran.
Ø  Seperti halnya dengan gangguang pendengaran, maka pada gangguang penglihatan, sering mengakibatkan prestasi yang rata-rata menurun dalam pelajaran yang membutuhkan ketelitian dan ketajaman penglihatan. Di samping itu anak sering merasa rendah diri bila ia harus menggunakan kaca mata, yang antara lain berpengaruh terhadap menurunnya prestasi belajar anak.
Ø  Terutama yang mengalami cacat atau gangguan pada tangan, maka prestasi pelajarannya menjadi karena segala sesuatunya tidak dapat dilaksanakan dengan cepat, sehingga tugas-tugas di sekolah sering tidak selesai.
Ø  Adanya gangguan pada syaraf sering menyebabkan anak hyper-active (terlalu sangat aktif), daya tangkap dan daya ingatnya lemah. Hal ini akan mengakibatkan ia tidak dapat maju atau sedikit sekali mendapat kemajuan dalam pelajaran.

3.         Anak yang kurang kemampuannya (IQ rendah)

Ø  pada umumnya sejak mereka mulai sekolah prestasinya kurang dibandingkan anak-anak lain. Dan perbedaan ini bertambah jelas dengan peningkatan pelajaran-pelajaran, terutama dalam matematika (berhitung) dan pelajaran-pelajaran hafalan. Pada beberapa anak, juga dalam menulis dan membaca angkanya kurang.
Ø  Pada mereka dengan kemampuan tinggi, pada umumnya semua prestasinya baik, tetapi karena kurangnya pengertian dari orang tua atau guru dan tidak ada penyaluran, maka nampak adanya penurunan prestasi secara menyeluruh.

4.         Anak yang mengalami hambatan atau gangguan emosi
menyebabkan keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-pelajaran yang membutuhkan konsentrasi, perhatian dan daya ingat. Di samping itu motivasi untuk belajar pun menurun, lalu anak menjadi apatis (diam pasif, tidak punya inisiatif).

C.            Upaya Mengatasi Kesulitan dalam Belajar
Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan pekerjaan rumah misalnya.
Sekali lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi menyenangkan.
1.                        Perhatikan Mood
Untuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
2.                        Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
3.                        Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.
Langkah-Langkah Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.      Langkah-langkah diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa
a.       Identifikasi kasus
b.      Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c.       Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2.      Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3.      Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
4.     Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
5.      Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
6.      Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7.      Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Wiliamson, Ellis, Freud, dan Thorn yang menekankan bahwa diagnosa sebagai langkah yang perlu dipakai dalam pendekatan konseling, termasuk konseling yang menangani kesulitan dalam belajar. Bahkan ditekankan bahwa diagnosa merupakan bagian dari kegiatan konselor dalam proses konseling. Seyogyanya seorang pembimbing atau konselor perlu mengingat dan dapat bertindak bijaksana dalam mempertimbangkan kapan sebaiknya diagnosa dipergunakan atau tidak untuk menolong siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
Ada berbagai macam cara untuk mengidentifikasi siswa, di antaranya seorang konselor dapat menggunakan check list. Di samping penggunaan check list ini sangat efektif dan efesien terutama bila jumlah siswa banyak, check list ini bisa berfungsi sebagai alat pengayaan (screening device) untuk mengidentifikasi siswa yang perlu segera atau skala prioritas yang harus ditolong.
Proses pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah :
1.      Mengumpulkan data tentang siswa
2.      Mengamati tingkah laku siswa
3.      Mengenal siswa yang memerlukan bantuan khusus
4.       Mengadakan komunukasi dengan orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan anak.
5.      Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga yang terkait untuk membantu memecahkan masalah siswa
6.      Membuat catatan pribadi siswa
7.      Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual
8.      Bekerjasama dengan konselor yang lain dalam menyusun program bimbingan sekolah
9.      Meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
Mengingat sedemikian pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor,
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
Dengan dimilikinya kecakapan dan persyaratan khusus seperti terurai di atas, seorang konselor diharapkan mampu membantu mengatasi dan memecahkan masalah kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan suatu konseling akan bisa maksimal apabila ada keterbukaan dan kepercayaan antara pihak klien dan konselor.

fsjsff

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 FARMASI OBAT HERBAL.

Designed by Templateiy & CollegeTalks