Translate

Sunday, April 27, 2014

teori sediaan infus

teori sediaan infus

II. DASAR TEORI
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Sediaan untuk mata (tetes mata maupun salep mata), meskipun tidak dimasukkan ke dalam rongga bagian dalam tubuh, namun ditempatkan berhubungan dengan jaringan – jaringan yang sangat peka terhadap kontaminasi. Oleh karenanya dibutuhkan standar sejenis dengan preparat (sediaan) steril lainnya. Larutan irigasi (infus) juga memiliki standar yang sama dengan larutan parental lainnya, karena selama pemberian sejumlah zat dari larutan dapat memasuki aliran darah secara langsung melalui pembuluh darah luka yang terbuka atau membran mukosa yang rusak (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar – benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman, 1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk masing – masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat. Wadah plastik digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin, patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen (Lachman, 1994).
Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida – oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut
relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi (Lachman, 1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).
Sterilisasi basah biasanya dilakukan didalam autoklaf (pada hakikatnya, autoklafg adalah pressure cooker berukuran besar) atau sterilisator uap yang mudah diangkat atau (portabel) dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 121oC selama 15 menit. Karena naiknya titik didih air menjadi 121oC itu disebabkan oleh tekanan 1 atmosfer (atm) pada ketinggian permukaan laut, maka daur sterilisasi tersebut sering kali juga dinyatakan sebagai : 1 atm selama 15 menit. Namun perlu diingat bahwa pernyataan ini hanya berlaku pada tempat-tempat yang tingginya sama dengan permukaan laut. Pada tempat-tempat yang lebih tinggi diperlukan tekanan lebih besar untuk mencapai suhu 121oC. Karena itu daripada menyatakan besarnya tekanan, lebih baik menyatakan bahwa keadaan steril dicapai dengan cara mempertahankan suhu 121oC selama 15 menit. Dapat pula dipakai kombinasi suhu dan waktu yang lain yang memberikan hasil sama (Lihat tabel 1.1.) (Hadioetomo, R. S., 1985). TEKANAN UAP (ATM)
SUHU (oC)
WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK MEMATIKAN SPORA TAHAN PANAS (MENIT)
0,0
0,5
100,0
111,3
-
15 – 60

STERILISASI SEDIAAN INFUS
1. PENDAHULUAN

Air merupakan unsur vital untuk makhluk hidup. Kira-kira 55-60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air, dan pada bayi dan anak total air tubuh lebih tinggi lagi yakni 80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Jadi mudah dipahami bahwa gangguan keseimbangan air akan sangat mempengaruhi kondisi tubuh. Air tubuh yang sebanyak 60% ini, tersebar di tiga kompartemen cairan tubuh yakni:
•Intraselular ( di dalam sel)
Interstisial (antar sel)
Intravaskular (di dalam pembuluh darah)
Cairan intravascular dan cairan interstisial keduanya disebut juga cairan ekstraseluler.Dalam keadaan sehat, tubuh memiliki mekanisme keseimbangan atau homeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air. Sebagai contoh, jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal. Juga, jika tubuh kekurangan air setelah olah raga maka kita akan merasa haus dan minum. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh.
Pada keadaan-keadaan di mana asupan air sangat berkurang sekali atau kehilangan air sangat berlebihan atau cepat, tubuh tidak bisa melakukan kompensasi dengan adekuat, sehingga seseorang jatuh dalam keadaan yang dinamakan dehidrasi.
a. LATAR BELAKANG
Dehidrasi bisa terjadi akut dan kronis sesuai dengan penyebabnya. Pada diare berat dan muntaber, bisa terjadi dehidrasi akut yang berat yang mengancam jiwa, karena banyak kehilangan air dari kompartemen ekstraseluler. Sebaliknya pada pasien yang sakit dan dirawat inap karena diare kronis, asupan minum yang kurang atau ada demam tinggi, terdapat kekurangan air juga di kompartemen intraseluler.
Biasanya dehidrasi tidak seberat pada diare, dan jenis cairan yang diberikan untuk mengatasi kedua jenis dehidrasi inipun berbeda. Di samping kekurangan air dan elektrolit, beberapa pasien rawat-inap dengan asupan makan yang kurang juga mengalami kekurangan zat gizi, sehingga tidak jarang kita lihat bahwa pasien diberikan infus yang mengandung asam amino dan karbohidrat untuk dukungan nutrisi.
Khusus untuk Indonesia, dimana insiden demam berdarah dan diare yang tinggi dan semakin banyak penduduk yang terancam dari tahun ke tahun, pemahaman tentang produk infus dan terapi cairan tentunya sangat penting

2. TUJUAN TERAPI CAIRAN(INFUS)

Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya diberikan cairan melaui infus.
Sekarang tersedia banyak sekali jenis cairan dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis
Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis ataupun Dokter ahli . Ini merupakan bagian manajemen pasien dan Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan untuk “menolong” pasien.Tujuannya bermacam-macam mulai dari yang samar sampai yang paling tegas:
• IV line : Berjaga-jaga, jalan obat.
IV line sering disebut juga infus jaga, artinya diberikan sebagai jalan masuk obat suntik ke dalam pembuluh darah balik (catatan i.v artinya intravena atau di dalam pembuluh darah balik). Pada infus jaga, pasien umumnya masih bisa mendapat air cukup dari minum, jadi jumlah cairan yang diperlukan tidak banyak, misal hanya 500 ml per hari atau kurang
• Resusitasi
Terapi cairan resusitasi adalah pemberian cairan untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami syok karena dehidrasi akut dan berat atau perdarahan. Di sini cairan infus diberikan dengan cepat dan dalam jumlah cairan yang besar sesuai dengan derajat dehidrasi atau perdarahan yang terjadi.
• Pemberian elektrolit rumatan
Terapi cairan rumatan bertujuan mengganti kehilangan air normal harian pada pasien rawat inap. Seringkali pasien rawat-inap karena kondisi sakitnya tidak bisa mengkonsumsi air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui minum, sehingga memerlukan dukungan infuse untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar tidak jatuh dalam gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang bisa mengancam jiwa. Jenis dan jumlah dan kecepatan cairan rumatan yang diberikan kepada pasien berbeda dengan cairan resusitasi.
• Parenteral feeding
Terakhir adalah Parenteral feeding atau nutrisi parenteral. Parenteral artinya pemberian selain melalui enteral. Dengan kata lain, nutrisi parenteral adalah pemberian infus zat gizi (bisa asam amino, karbohidrat dan lipid) ke dalam pembuluh balik atau vena. Nutrisi parenteral ini diberikan pada pasien yang kekurangan gizi atau asupan gizi melalui oral diperkirakan akan terhambat oleh kondisi penyakit pasien.

3. FORMULASI INFUS
Pemilihan formulasi infus harus sesuai dengan khasiat yang diinginkan latar belakang penyakit
Misal:
o Dekstrosa digunakan sebagai pengisotonis karena syarat infus yaitu larutan harus isotonis. Dekstrosa dikhususkan untuk sediaan parenteral sedangakan glukosa cair tidak cocok untuk sediaan parenteral.
o Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut dalam air.Dan biasanya sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir
o Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler dan lebih penting dalam mengatur keseimbangan asam basa, tonisitas dan elektrodinersitas. Untuk menggantikan kalium yang hilang digunakan KCl yang lebih mudah larut dalam air.
o Kalsium merupakan kation yang penting sebagai aktivator dan berbagai macam reaksi enzimatis, dipakai dalam bentuk CaCl2 yang lebih mudah larut dalam air.
o Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang mungkin ada.
o H2O2 digunakan untuk membebaskan pirogen dalam sediaan infus karena syarat untuk sediaan infus harus bebas pirogen.
o Natrium merupakan kation mayor dalam cairan ekstraseluler. Fungsinya adalah pengontrol distribusi air, cairan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik dari cairan tubuh. NaCl digunakan karena larut dalam air dan digunakan sebagai natrium yang hilang. Dan dapat juga sebagai larutan yang dapt mencuci lambung.
o Contoh formulasi Infus

• INFUS MEMPERTAHANKAN KESEIMBANGAN ION / ELEKTROLIT / DEHIDRASI
Infus dengan formula yang dipilih:
NaCl 70 mEq
KCl 2 mEq
CaCl2 2,5 mEq
MgCl2 1 mEq
Dekstrosa qs (ad isotonis)
Aqua pi ad 500 ml
Penimbangan (setiap 1 L)
NaCl = 2 x 70 mEq x 1g = 8,187 g
17,1 mEq
KCl = 2 x 2 mEq x 1g = 0,2985 g
13,4 mEq
CaCl2 = 2 x 2,5 mEq x 1g = 0,367 g
13,6 mEq
MgCl2 = 2 x 1 mEq x 1g = 0,204 g
9,8 mEq
V = {( W1 x E1 )+( W2 x E2 )+( W3 x E3 )+( W4 x E4 )} x 111,11
1100 = {( 9,006 x 1,0 )+( 0,328 x 0,76 )+( 0,4037 x 0,51 )+( 0,224 x 0,45 )+ (0,18 x W5)} x 111,11
1100 = {( 9,006 + 0,2493 + 0,206 + 0,1008 ) + (0,18 x W5) } x 111,11
1100 = {9,5621 + (0,18 x W5) } x 111,11
1100 = 1062,445 + 19,9998 x W5
37,555 = 19,9998 x W5
W5 = 1,8777 g
W5 = Dekstrosa yang dibutuhkan agar infus isotonis (0,9%)
% isotonis setelah penambahan dekstrosa = 0,9 %
Kandungan dekstrosa setiap botol infus
= 500/1100 x 1,8777 g = 0,8535 g ~ 0,854 g
Latar Belakang Penetapan Formula
1. Dosis Dekstrosa untuk injeksi IV adalah 5% dan berfungsi sebagai penambah / pelengkap cairan tubuh.
2. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh.
3.Tidak digunakan pengawet karena sediaan infus yang dibuat merupakan tekanan tunggal sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasinya mikroba sangat kecil.
INFUS UNTUK PENGELOLAAN METABOLIK ASIDOSIS (Na bikarbonat)
Formula :Na Bikarbonat 5 mEq/kg BB
Aqua pi ad 500 ml
Latar Belakang :
Na. Bikarbonat dipilih sebagai zat aktif dimana Na.bikarbonat merupakan agen pengalkali yang menghasilkan ion bikarbonat untuk pengobatan asidosis metabolit akut.
H2O2 untuk menghilangkan pirogen pada aqua pi sehingga diperoleh aqua bebas pirogen karena injeksi yang dibuat dengan volume lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.
Norit digunakan untuk menghilangkan pirogen pada larutan obat karena injeksi yang bervolume besar harus bebas pirogen.
Perhitungan Dosis Infus Na bikarbonat
Dosis = 5 mEq / Kg BB (Sehingga dosis= 5 mEq
----------- x 50 Kg = 250 mEq
1 kg
Dosis (mEq) Yang diperoleh kurang lebih memenuhi untuk dosis pengobatan asidosis metaolik akut , dimana pemberian Na.bikarbonat utnuk asidosis metabolic akut yang konsentrasi nya serum bikarbonat ≤ 8 mEq/
- Rentang ion bikarbonat normal pada orang dewasa 26-30 mEq steril sossage Form Hal 248)
- Rumus dosis mEq Na bikarbonat ( DI 2003 hal 2472)
- MEq NaHCO3 = 0,3 x 50 kg x ( 26-8) mEq/L
= 270 mEq
Dosis 250 mE kurang lebih memenuhi dosis pengobatan asidosis metabolik akut yang tertera pada mertindale 28 hal 634 yang sampI DENGAN 4,2% ( 0,5 % mmol / ml) dimana:
1g Na. Bikarbonat setara dengan 12 mEq ion Na dan bikarbat (Handbook injectable hal 1165)
Bobot Na bikarbonat
= 250 mEq
-------------- x 1 g = 20,83 g
12 mEq
Jadi dosis = 20,83 NHCO3/ 500 ml
= 4,167 g NaHCO3 / 100 ml
= 4,167 % NaHCO3


4. Bahan baku (Material)
• Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse Osmosis yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-140 oC yg bebas pirogen.
• Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi batas yang dipersyaratkan;

5. Proses (Metode).
• Proses produksi dengan semua komponen produk dan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dilakukan secara otomatis.
• Design dan kebersihan ruang produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dipantau secara berkala
• Pembersihan dan sanitasi peralatan serta fasilitas produksi yang tervalidasi dan terkendali.
• Penggunaan filter khusus untuk menjamin larutan bebas pirogen dan filter berukuran 0.22 mikron untuk menghilangkan kontaminasi mikroba dan partikel pada tahap pengolahan larutan infus sebelum proses pengisian kedalam botol. (Catatan, pirogen tidak akan hilang hanya dengan pemanasan 121 oC, dengan demikian pemanasan dengan suhu 121oC tidak memjamin bebas pirogen jika tidak difiltrasi)
• Pembuatan botol, dengan sistem blow moulding pada suhu 1850 C dan pengisian larutan di bawah Laminar Air Flow.
• Proses sterilisasi akhir dari kemasan dan isi di otoklaf pada suhu yang optimal sehingga tidak merusak zat-zat yang rentan seperti dekstrosa, asam amino, albumin dll
• Pengendalian kualitas (quality control) yang ketat melalui pengujian secara kimia, fisika, mikrobiologi untuk memastikan kualitas larutan dan kemasan produk sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

6. FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA
a. DARI SISI PASIEN
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.

b. DARI SISI CAIRAN
1. Kandungan elektrolit cairan
• Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
• Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.

2. Osmolaritas cairan
• Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena)
• Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral.

3. Kandungan lain cairan
• selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.
• Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg++, Zn++ dan trace element lainnya.

7. STERILISASI CAIRAN INFUS.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu :
• Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.
• Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.

8. SDM ( Sumber Daya Manusia)
Pelatihan SDM penerapan higiene perorangan untuk pengelolaan produk steril dan pemantauan kesehatan dilakukan secara berkala.Pendekatan bioburden umumnya lebih sesuai untuk produk infus dan telah digunakan secara luas di berbagai negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Dari ulasan persyaratan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang baik dalam terapi cairan, diperlukan teknologi dan pengalaman yang handal baik dari segi petugas kesehatan (dokter dan paramedik) dan produsen produk infus.

9. KESIMPULAN
Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Dan dalam pemberian sediaan infus harus dipertimbangkan beberapa faktor-faktor baik dari pasien seperti penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung ataupun dari cairan seperti kandungan elektolit cairan, Osmolaritas cairan dan kandungan cairan lain.
Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill(untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi) dan non-overkill (bioburden-based).yaitu sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi

INFUS
Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dalam volume yang relatif banyak. Emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar. Diameter fase dalam tidak lebih dari 5 ”m. Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi untuk infus intravena, setelah dikocok, harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase.(2)
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang banyak digunakan biasanya berupa parameter aktivitas osmotik dan dinyatakan dalam terminologi osmolalitas, osmolaritas dan isotonisitas. Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut, sedangkan osmolaritas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan. Osmolalitas kurang lebih sama pada larutan encer tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280-295 miliosmol/kg.(3)
Syarat-syarat larutan infus (obat suntik) :
  1. Aman. Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis
  2. Harus jernih. Berarti tidak ada partikel padat.
  3. Tidak berwarna, kecuali bila obatnya memang berwarna.
  4. Sedapat mungkin isohidris, dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan penyerapannya obat dapat optimal.  Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan darah dan cairan tubuh lain yaitu pH = 7,4.
  5. Sedapat mungkin isotonis. Dibuat isotonis agar tidak terasa sakit bila disuntikkan. Arti isotonis adalah mempunyai tekanan osmose yang sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain. Tekanan osmose cairan-cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbal sama dengan tekanan osmose larutan NaCl 0,9%.
  6. Harus steril. Suatu bahan dinyatakan steril apabila sama sekali terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif atau (spora).
  7. Bebas pirogen. Pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N, P. Selama radikal masih terikat, selama itu masih dapat menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil. Sumber pirogen dapat berasal dari aquadest yang dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara. Cara menghilangkan pirogen yaitu larutan injeksi digojog dengan penambahan 0,1% karbo adsorben selama 5-10 menit lalu disaring dengan filter asbes. Ada kerugiannya karena zat obat ikut diserap pada penyaringan. Cara mencegah terjadinya pirogen dilakukan dengan cara : (a) aquadest harus segera digunakan setelah destilasi, (b) pada waktu destilasi jangan ada air yang memercik, (c) alat-alat penampung dan cara menampungnya aquadest harus seaseptis mungkin.(4)
Na laktat sebagai zat aktif dimana zat ini merupakan agen pengalkali yang digunakan sebagai sumber bikarbonat untuk pencegahan dan pengobatan asidosis metabolik ringan – sedang.(5)
INJEKSI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumLah obat ke dalam sjumLah pelarut atau dengan mengisikan sejumLah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.(1)
Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parenteral, yaitu :
Keuntungan :
1)      Obat memiliki onset yang cepat
2)      Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3)      Bioavaibilitas sempurna atau hampir sempurna
4)      Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan
5)      Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau pada saat keadaan koma
Kelemahan :
1)      Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi harus diberikan berulang kali
2)      Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
3)      Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir mungkin tidak diperbaiki, terutama sesudah pemberian intravena
4)      Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek dokter oleh dokter dan perawat yang kompeten.(2)
Syarat-syarat obat suntik :
  1. Aman
  2. Harus jernih
  3. Tidak berwarna
  4. Sedapat mungkin isohidris
  5. Sedapat mungkin isotonis
  6. Harus steril
  7. Bebas pirogen.(2)
Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-1,2 mL). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Biasanya digunakan ekstrak alergenik. (2)
2. Subkutan atau hipoderma (s.c)
Umumnya larutan isotonis, jumLah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 mL, pH netral untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis (mengendornya kulit). (2)
3. Intramuscular (i.m)
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak boleh lebih dari 4 mL. (2)
4. Intravena (i.v)
Merupakan larutan dapar yang mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 mL. Larutan ini biasanya isotonis atau hipertonis, bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena, harus betul bebas dari endapan atau partikel padat karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen. (2)
5. Intraarterium (i.a)
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1-10 mL dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam  daerah perifer.(2)
6. Intrakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat dan disuntikkan ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Injeksi ini tidak boleh mengandung bakterisida. (2)
7. Intratekal (i.t), Intraspinal, Intradural
Berupa larutan harus steril, bersih, dan isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetik sumsum tulang belakang sering hipertonus. (2)
8. Intrartikulus
Larutan atau suspensi dalam air, disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. (2)
9. Intrabursa
Larutan atau suspensi dalam air, disuntikkan ke dalam bursa subacromilis atau bursa olecranon. (1)
10. Subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL.(2)
SALEP MATA
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersikan homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat didalam salep yang mengandung keras atau obat narkotik tidak boleh lebih dari 10%(2).
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep mata yang cocok(3). Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik(4).
Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Bahan obat yang ditambahkan kedalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata. Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril dan pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama(4).
Dasar salep pilihan untuk suatu salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi mata. Dasar salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus bertitik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh. Keuntungan utama salep mata terhadap larutan untuk mata adalah penambah waktu hubungan antara obat dengan mata. Pengkajian telah menunjukkan bahwa waktu kontak antara obat dengan mata, dua sampai empat kali lebih besar apabila dipakai salep dibandingkan jika dipakai larutan garam. Satu kekurangan bagi penggunaan salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata(5).
TETES MATA
Guttae ophthalmiceae atau tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan abat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu : steril, sedapat mungkin isohidris, dan sedapat mungkin isotonis. Tetes mata berupa larutan harus jernih, bebas partikel asing, benang dan serat (2).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet), sterilisasi dan kemasan yang tepat (3).
Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilisasi dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok (2).
Tetes mata kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol yang mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% kloramfenikol C11H12Cl2N2O5 dari jumlah yang tertera pada etiket (3).
TETES TELINGA
Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit (2).
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain pembawa yang digunakan adalah bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga, biasanya digunakan gliserin dan propilen glikol. Selain tersebut dapat pula digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa suspensi sebagai zat pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan disimpan dalam wadah tertutup rapat (3).
Preparat telinga kadang-kadang dikenal sebagai preparat otic atau aural. Bentuk larutan paling sering digunakan pada telinga, suspense dan salep masih juga didapati dalam penggunaannya. Preparat telinga biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit. Tata cara dalam membuang lilin/kotoran telinga biasanya dimulai dengan menempatkan larutan otic pada saluran telinga dengan posisi kepala pasien miring 450, lalu mamasukkan gumpalan kapas untuk menahan obat dalam telinga selama 15-30 menit, disusul dengan menyemprot saluran telinga dengan air hangat perlahan-lahan memakai penyemprot telinga dari karet yang lunak (2).
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah  tekanan berlangsung dalam suatu bejana disebut autoklaf. Suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121°C, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat ini adalah udara di dalam bejana diganti uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 mL, sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115°-116°C selama 15 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 mL, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada 115°-116°C selama 30 menit (4).
FORMULA INFUS
Infus iv glukosa NaCl (pengganti cairan tubuh, infus mengandung karbohidrat)
Glukosa 5%
NaCl q.s
Aqua p.i ad 500 ml
Perhitungan Tonisitas
Þ Perhitungan ekivalensi NaCl
E = 17 x L
M
E = 17 x 1,9
198,17
E = 0,163
Tonisitas
Glukosa = 5 % x 0,0163 = 0.815 %
NaCl = a x 1 = a
0,9 % (isotonis)
a = 0,085 %
Formula jadi
Glukosa 5 %
NaCl 0,085 %
Aqua p.i ad 500 ml
Dibuat 2 botol infus @ 500 ml, total volume infus 1000 ml
Glukosa = 5 % x 1000 = 50 g
NaCl = 0,085 % x 1000 = 0,85 g
Volume = 1000 ml + ( 10 % x 1000 )
= 1100 ml
Glukosa = 1100 x 50 g + 5 % x 1100 x 50 g 1000 1000
= 57,75 g
NaCl
= 1100 x 0,85 g + 5 % x 1100 x 0,85 g
1000 1000
= 0,98175 g
Norit = 0,1 % x 1100 = 1,1 g
H2O2 = 0,1 % x 1100 = 1,1 g
Tiap 500 ml mengandung
Glukosa 25 g
NaCl 0,425 g
Aqua p.i ad 500 ml
Infus Uiv ntuk penderita diare berat
Locke Ringer
Formula dasar (FI IV hal 1175)
NaCl 9,0 g
KCl 0,42 g
CaCl2 0,24 g
MgCl2 0,2 g
NaHCO3 0,5 g
Dekstrosa 0,5 g
Agua p.i ad. 1000ml
Formula jadi : ad. 500ml (ambil ½ nya)
Latar belakang :
- Locke – Ringer mengandung zat-zat yang dibutuhkan tubuh yaitu elektrolit-elektrolit dan karbohidrat sesuai untuk penderita diare berat
- Digunakan norit, yaitu untuk menyerap pirogen dan mengurangi kelebihan H2O2
- Cara sterilisasi yang digunakan adalah dengan teknik otoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas
Perhitungan tonisitas:
v = ÎŁ (w x E) x 111,1
= [(4,5 x 1) + (0,21 x 0,76) + (0,12 x 0,51) + (0,50 x 0,16) + (0,25 x 0,65)] x 111,1
= 551,4226 mL
% tonisitas = 551,4226/500 x 0,9 = 0,993 %
Injeksi iv mengandung glukonat
formula
Ca glukonat 5 meq /l ( steril DF hal 248)
NaCl q.s
Aqua PI ad 500 ml
Latarbelakang
Ca glukonat untuk memenuhi kebutuhan Ca tubuh
NaCl untuk membuat larutan isotonis
Pembuatan : otoklaf
Spesifik : 1 g Ca glukonat 4,5 mEq Ca ( DI 88 hal 1401)
Kebutuhan tubuh 4,5-5,5 mEq kalsium perhari
Dipilih dosis 4,5 mEq
1 g Ca. glukonat (monohidrat) ~ 4,5 mEq kalsium
Dikonversi menjadi :
4,5 mEq x 1 g = 1 g
4,5 mEq
Maka, formula menjadi :
Ca glukonat 1 g
Aqua pro injeksi ad 1000 mL
Tonisitas
E NaCl = 0,18
Ca glukonat 1g → 1 g/100 mL = 0,1 %
0,1 % x 0,18 = 0,018 % (hipotonis)
Pengisotonis (NaCl) = 0,9 % – 0,018 % = 0,882 %
Maka, NaCl yang dibutuhkan:
0,882 % x 100 mL/ 1000 mL = 8,82 g
Maka, formula menjadi :
Ca glukonat 1 g
NaCl 8,82 g
Aqua pro injeksi ad 1000 mL
Perhitungan lihat di infus lain!!!!!
Injeksi iv glukosa 10%
Formula
Glukosa 10%
NaCl q.s
Aqua p.i ad. 500ml
Latar belakang
- Glukosa sebagai zat aktif untuk menambah energy pada pasien yang kehilangan banyak cairan tubuh karena diare berat, hipoglikemik, dehidrasi
- Pembuatan : Sterilisasi akhir (otoklaf 121OC, 15 menit)
Tonisitas:
Lihat infus lain!!!
Perhitungan:
Lihat infus lain!!!!
Infus iv ammonium klorida
(Alkalosis metabolik)
Tiap 100 ml mengandung (Martindale hal 1085)
Ammonium klorida 1%
(pemilihannya tergantung kondisi pasien sesuaikan dengan pendahuluan)
Aqua pi ad 100 ml
Sterilisasi : otoklaf
Latar belakang:
o Pada formula ini digunakan zat aktif tersebut karena pada penyakit alkalosis metabolik terjadi kelebihan basa. Oleh karena itu kelompok kami memilih zat aktif tersebut untuk mengembalikan suasana kelebihan basa menjadi netral, infus ini dapat juga untuk cairan pengganti elektrolit.
o Pada formula ini juga ditambahkan zat aktif ammonium klorida karena biasanya orang atau pasien yang datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi yang parah penyakit alkalosisnya yang ditandai dengan spasme dan kontraksi otot yang berkepanjangan (kejang) dan pada kondisi yang sudah parah segera diberikan ammonium klorida untuk menetralkan keadaan darah yang kelebihan basa.
o Pada formula ini digunakan aqua pro injeksi sebagai pelarut.
o Pada formula ini dari perhitungan tonisitas ternyata infus yang kami buat ini hipertonis. Oleh karena itu perlu diperhatikan tetesan tiap menitnya agar infus menjadi isotonis. Perlu diingat bahwa infus yang isotonis tetesan per menitnya adalah 2 ml per menit. Maka pada pemakaiannya infus ini diusahakan tetesan per menitnya kurang dari 2 ml.
o Pada formula ini dibuat 1 botol 100 ml karena hanya untuk pengelolaan alkalosis metabolik
o Pada formula ini infus diberikan secara intravena untuk segera dapat memberikan efek.
o Pada formula ini digunakan H2O2 untuk menghilangkan pirogen yang terdapat pada air untuk injeksi sedangkan norit digunakan untuk menghilangkan pirogen dari botol infus.
Perhitungan dan Penimbangan
Kesetaraan equivalent elektrolit
1 g NH4Cl ≈ 18,69 mEq Cl E3 = 1,12
NH4Cl : 2% x 100 ml = 2 g
Perhitungan tonisitas
V = [(W x E)] x 111,11
= [ (2 x 1,12)] x 111,11
= 248,8864 ml
% Tonisitas = Z ml / 100 ml x 0,9 %
= 248,8864 ml / 100 ml x 0,9 %
= 2,240 %
Kesimpulan :
Larutan infus ini hipertonis maka perlu diperhatikan tetesan per menitnya isotonis (0,9%) tetesan per menit = 2 ml / menit
Hipertonis (3,15%) maka tetesan permenitnya
= 0,9%/2,240% x 2 ml = 0,8036 ml
INFUS IV RINGER LAKTAT (Na laktat)
Infus intravena Na laktat, misal 2 botol
Formula dasar (DI 2003 hal 2474)
Na laktat 50 mEq
Aqua pi ad 300 ml
Formula jadi
(Sterilisasi akhir dengan otoklaf 121oC 15 menit)
Na laktat 83,33 mEq
Aqua pi ad 500 ml
Perhitungan
1 g Na laktat ~ 8,9 mEq Na laktat
(Martindale 28 hal 640)
83,3 mEq x 1 g = 9,36 g
8,9 mEq
E NaCl Na laktat = 0,55 (Sprowls hal 189)
V = (W x E) x 111,1
= (9,36 x 0,55) x 111,1 = 571,94 ml
% tonisitas = 571,94 ml x 0,9 %
500 ml
= 1,029%(hipertonis)
Maka di etiket ditulis:
Larutan ini bersifat hipertonis. Harap diperhatikan laju tetesan per meit, laju tetesan maksimal 5 ml/ menit
Penimbangan:
V = (v x n) + 10 % (vx n )
= (2 x 500) + 10 % (2 x 500)
= 1100 ml
Latar belakang
- Na laktat sebaga zat aktif dimana zat ini merupakan agen pengalkali yang digunakan sebagai sumber bikarbonat untuk pencegahan dan pengobatan asidosis metabolik ringan – seddang
- Tidak ditambah zat pengisotonis karena didapat larutan hipertonis dengan catatan laju tetesan tidak lebih dari 300 ml/jam (DI 2003 hal 2474)
- H2O2 untuk menghilangkan pirogen pada aqua pi karena injeksi vol. 10 ml harus bebas pirogen
- Norit untuk menghilangkan pirogen pada larutan obat
INFUS IVPROTEIN
Formula jadi
Dosis : 5-10 % dalam air
Tiap botol mengandung (500 ml) :(Martindale P 49)
Arginin Hidroksida 5%
NaCl qs
Aqua p.i ad 100 ml
Alasan pemilihan formula: : takut hiperproteinemia
· Protein merupakan makromolekul, dimana monomernya adalah asam amino. Dipilih asam amino Arginin HCl karena merupakan salah satu asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh..
· Walaupun pada sediaan infus ini tidak mengandung pengawet, uji sterilisasinya dilakukan secara filtrasi karena volumenya yang besar sehingga tidak memungkinkan untuk di inokulasi langsung.
Indikasi : pengobatan hyperammonaemia
Perhitungan Tonisitas
E arginin HCl = 17 L / M
L = ptb molal
M= BM Arginin
E = 17 x ( 1,9/ 210,7)
= 0,15
Arginin untuk 1 L = 40g
Hitung tonisitas: lihat di infuse lain!!!!
Perhitungan, lihat di infuse lain!!!
INFUS MEMPERTAHANKAN KESEIMBANGAN ION / ELEKTROLIT / DEHIDRASI
Formula Dasar: berdasarkan buku Steril Dossage Form hal 253-254, dilihat dari kandungan atau konsentrasi ion-ion (elektrolit) yang normal pada plasma.
Tiap Liter mengandung :
NaCl 135-145 mEq
KCl 3,5-5,0 mEq
CaCl2 5 mEq
MgCl2 2 mEq
Sehingga di buat infus dengan formula yang dipilih:
NaCl 70 mEq
KCl 2 mEq
CaCl2 2,5 mEq
MgCl2 1 mEq
Dekstrosa qs (ad isotonis)
Aqua pi ad 500 ml
Penimbangan (setiap 1 L)
NaCl = 2 x 70 mEq x 1g = 8,187 g
17,1 mEq
KCl = 2 x 2 mEq x 1g = 0,2985 g
13,4 mEq
CaCl2 = 2 x 2,5 mEq x 1g = 0,367 g
13,6 mEq
MgCl2 = 2 x 1 mEq x 1g = 0,204 g
9,8 mEq
V = {( W1 x E1 )+( W2 x E2 )+( W3 x E3 )+( W4 x E4 )} x 111,11
1100 = {( 9,006 x 1,0 )+( 0,328 x 0,76 )+( 0,4037 x 0,51 )+( 0,224 x 0,45 )+ (0,18 x W5)} x 111,11
1100 = {( 9,006 + 0,2493 + 0,206 + 0,1008 ) + (0,18 x W5) } x 111,11
1100 = {9,5621 + (0,18 x W5) } x 111,11
1100 = 1062,445 + 19,9998 x W5
37,555 = 19,9998 x W5
W5 = 1,8777 g
W5 = Dekstrosa yang dibutuhkan agar infus isotonis (0,9%)
% isotonis setelah penambahan dekstrosa = 0,9 %
Kandungan dekstrosa setiap botol infus
= 500/1100 x 1,8777 g = 0,8535 g ~ 0,854 g
INFUS iv DEKSTROSA NaCL
Rencana formula
Dekstrosa 5 %
NaCl q.s
Aqua p.i ad 500 ml
Perhitungan tonisitas:lihat tonisitas yang lain:
Latar Belakang Penetapan Formula
1. Dosis Dekstrosa untuk injeksi IV adalah 5% dan berfungsi sebagai penambah / pelengkap cairan tubuh.
2. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh.
3. Tidak digunakan pengawet karena berdasarkan literatur (DI 88 hal. 1427) karena sediaan infus yang dibuat merupakan tekanan tunggal sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasinya mikroba sangat kecil.
INFUS IV MENGANDUNG NUTRISI
Formula:
Glucosa 5%
Arginin HCl qs
Vitamin C qs
Aqua.p.i ad 500 ml
Hitung tonisisitas!!!
INJEKSI LARUTAN GLISIN
Formula Dasar (DI hal 2556)
Glisin 15mg/ml
Aqua pi ad 500 ml
Formula jadi
Glisin 15 mg/ml
NaCl qs
Aqua pi ad 500 ml
Infuse iv glisin ( asupan protein)
(yuki punya)
Glisin 1,5 % ( martin 28 hal 53)
Aqua pi ad 500 ml
Pembuatan : otoklaf 121 ®c 15
HITUNG TONISISTAS!!!
:
INFUS IV NaCL
Formula:
NaCl 0,9%
Aqua pi ad 500 ml
INFUS IV MENGANDUNG ELEKTROLIT DAN KARBOHIDRAT
Formula jadi :
Dekstrosa 5 % ( DI p. 2505 )
NaCl qs
Aqua pi ad 500 ml
Perhitungan tonisitas
E dekstrosa = 5 % x 0,16 = 0,8 %
NaCl yang dibutuhkan = 0,9 % - 0,8 % = 0,1 %
g NaCl = 0,1 g /100ml x 500 ml = 0,5 g
Rute = iv
Sterilisasi = autoklaf 121 ÂșC, 15 menit
INFUS UNTUK PENGELOLAAN METABOLIK ASIDOSIS (Na bikarbonat)
Formula :
Na Bikarbonat 5 mEq/kg BB
Aqua pi ad 500 ml
Latar Belakang :
Na. Bikarbonat dipilih sebagai zat aktif dimana Na.bikarbonat merupakan agen pengalkali yang menghasilkan ion bikarbonat untuk pengobatan asidosis metabolit akut.
H2O2 untuk menghilangkan pirogen pada aqua pi sehingga diperoleh aqua bebas pirogen karena injeksi yang dibuat dengan volume lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.
Norit digunakan untuk menghilangkan pirogen pada larutan obat karena injeksi yang bervolume besar harus bebas pirogen.
Perhitungan Dosis Infus Na bikarbonat
Dosis = 5 mEq / Kg BB (DI 2003 halaman 2472)
Sehingga dosis= 5 mEq
----------- x 50 Kg = 250 mEq
1 kg
Dosis (mEq) Yang diperoleh kurang lebih memenuhi untuk dosis pengobatan asidosis metaolik akut , dimana pemberian Na.bikarbonat utnuk asidosis metabolic akut yang konsentrasi nya serum bikarbonat ≤ 8 mEq/ L (DI 2003 hal 2471)
- Rentang ion bikarbonat normal pada orang dewasa 26-30 mEq steril sossage Form Hal 248)
- Rumus dosis mEq Na bikarbonat ( DI 2003 hal 2472)
- MEq NaHCO3 = 0,3 x 50 kg x ( 26-8) mEq/L
= 270 mEq
Dosis 250 mE kurang lebih memenuhi dosis pengobatan asidosis metabolik akut yang tertera pada mertindale 28 hal 634 yang sampI DENGAN 4,2% ( 0,5 % mmol / ml) dimana:
1g Na. Bikarbonat setara dengan 12 mEq ion Na dan bikarbat (Handbook injectable hal 1165)
Bobot Na bikarbonat
= 250 mEq
-------------- x 1 g = 20,83 g
12 mEq
Jadi dosis = 20,83 NHCO3/ 500 ml
= 4,167 g NaHCO3 / 100 ml
= 4,167 % NaHCO3
INFUS YANG MENGANDUNG NA, K, Ca, dekstrosa
Formula ( Formularium nasional edisi II 1978 hal 203 )
Tiap 500 ml mengandung :
NaCl 4,3 g
KCl 150 g
CaCl2 2,4 g
Aqua pi ad 500 ml
Rancangan formula
Tiap 500 ml mengandung :
NaCl 7,018 g
KCl 0,149 g
CaCl2 0,147 g
Dekstrosa 11,218 g
Aqua pi ad 500 ml
Latar belakang pemilihan formula
1. Dekstrosa digunakan sebagai pengisotonis karena syarat infus yaitu larutan harus isotonis. Dekstrosa dikhususkan untuk sediaan parenteral sedangakan glukosa cair tidak cocok untuk sediaan parenteral.
2. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan larut dalam air.
3. Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler dan lebih penting dalam mengatur keseimbangan asam basa, tonisitas dan elektrodinersitas. Untuk menggantikan kalium yang hilang digunakan KCl yang lebih mudah larut dalam air.
4. Kalsium merupakan kation yang penting sebagai aktivator dan berbagai macam reaksi enzimatis, dipakai dalam bentuk CaCl2 yang lebih mudah larut dalam air.
5. Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang mungkin ada.
6. H2O2 digunakan untuk membebaskan pirogen dalam sediaan infus karena syarat untuk sediaan infus harus bebas pirogen.
7. Natrium merupakan kation mayor dalam cairan ekstraseluler. Fungsinya adalah pengontrol distribusi air, cairan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik dari cairan tubuh. NaCl digunakan karena larut dalam air dan digunakan sebagai natrium yang hilang
Penimbangan
NaCl : 120 mEq x 1g = 7,018 g
17,1 mEq
KCl : 2 mEq x 1g = 0,149 g
13,4 mEq
CaCl2 : 2 mEq x 1g = 0,147 g
13,6 mEq
Perhitungan isotonis
V = {( W1 x E1 ) + ( W2 x E2 ) + ( W3 x E3 )} x 111,1
= {(7,018 x 1) + (0,149 x 0,76) + (0,147 x 0,51)} x 111,1
= 800,57 ml
% Tonisitas = 800,57 ml x 0,9 %
1000 ml
= 0,72 %
Dekstrosa yang dibutuhkan agar infus isotonis :
V = 800,57 + ( 0,16 x W5 ) x 111,1
1000 = 800,57 – 17,7776 W5
199,43 = 17,7776 W5
W5 = 11,218 g
LARUTAN PENCUCI PADA OPERASI LAMBUNG
Rencara formula :
Formula I : NaCl fisiologis ( DI 2003 hal 2555 )
Formula II : Air steril pro injeksi (DI 2003 hal 2555 )
Formula III : Ringer ( DI 2003 hal 2556 ), isinya :
- NaCl 8,6 g
- KCl 0,3 g
- CaCl2 0,33 g
- Air ad 1000 ml
Usulan formula :
NaCl 0,9 %
Aqua p.i ad 500 ml
Alasan pemilihan formula :
* Hanya menggunakan NaCl saja karena untuk mencuci lambung ( DI )
* Menggunakan aqua p.i karena menggunakan metode sterilisasi akhir

fsjsff

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright @ 2013 FARMASI OBAT HERBAL.

Designed by Templateiy & CollegeTalks