BAB III
PEMBAHASAN
A.
Faktor Penyebab
Timbulnya Kesulitan dalam Belajar
Seringkali
kita mendengar masalah atau keluhan tentang kesulitan yang dialami anak-anak
dan remaja dalam menghadapi dan mengikuti pelajaran di sekolah, baik secara
lisan, tulisan ataupun tugas-tugas yang perlu dilaksanakan. Masalah keluhan itu
timbul bukan semata-mata sebagai suatu reaksi spontan terhadap suatu keadaan,
akan tetapi biasanya mulai dirasakan sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
kadang-kadang sudah berlangsung lama atau berlarut-larut.
Pada anak-anak dan remaja yang mengalami masalah sekolah, biasanya terdapat keluhan-keluhan umumnya sebagai berikut :
Pada anak-anak dan remaja yang mengalami masalah sekolah, biasanya terdapat keluhan-keluhan umumnya sebagai berikut :
·
Tidak ada minat
terhadap pelajaran dan bersikap acuh tak acuh,
·
Prestasi
sekolah menurun atau tidak ada kemajuan sama sekali,
·
Timbulnya
sikap-sikap atau tingkah laku yang tidak diinginkan.
Bila kita tinjau, maka pada umumnya masalah tersebut disebabkan
oleh adanya faktor-faktor negatif sebagai berikut :
1.
Kurang adanya
kematangan physik, mental atau emosi sesuai dengan usianya.
Faktor ini terutama penting bagi anak-anak taraf permulaan SD.
Faktor ini terutama penting bagi anak-anak taraf permulaan SD.
·
Kematangan
fisik yang sesuai dengan usia, misalnya keseimbangan dan koordinasi sensor
motorik (daya gerak), memegang peranan penting terhadap apa yang dapat
dilaksanakan anak.
·
Kematangan
mental yang sesuai dengan usianya dapat membantu anak dalam hal memusatkan
perhatian, menangkap, memikirkan, dan mengolah hal-hal yang tidak hanya
bersifat konkrit, tetapi menjurus kepada hal-hal yang lebih abstrak.
·
Kematangan
emosi yang sesuai dengan usianya, akan membantu anak untuk tidak bersikap
dependent (tergantung pada orang lain), berani menghadapi dunia luar dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.
Adanya
hambatan fisik atau kelainan organis
Hambatan fisik atau kelainan organis misalnya :
Hambatan fisik atau kelainan organis misalnya :
·
Gangguan
pendengaran
·
Gangguan
penglihatan
·
Cacat pada
anggota badan, terutama pada tangan,
·
Gangguan pada
syaraf.
3.
Kemampuan yang
kurang atau justru lebih tinggi
Kemampuan
yang kurang, yaitu mereka yang mempunyai kemampuan pada taraf rata-rata rendah
atau dibawah rata-rata (IQ kurang dari 95).
Bagi mereka yang mempunyai IQ 90-95, sebetulnya tergolong taraf rata-rata, tetapi digolongkan dalam kemampuan yang kurang, karena seringkali beberapa aspek dari kemampuannya berada dibawah rata-rata, antara lain daya abstraksi, daya konsentrasi, dan daya ingatnya. Bila mereka tidak memperoleh perhatian yang cukup dari guru dan terutama dari orang tua, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga sering tidak naik kelas. Bagi mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90, selain mempunyai kekurangan-kekurangan seperti di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain, sehingga memerlukan pendidikan di sekolah luar biasa. Kemampuannya yang baik, maka umumnya segala sesuatu mudah baginya. Keadaan ini dapat menyebabkan pelajaran disekolah menjadi kurang menarik bagi mereka. Lalu mereka mengenggap remeh dan bersikap acuh tak acuh terhadap pelajaran. Di samping itu dapat timbul sikap atau tingkah laku lainnya yang kurang diinginkan, misalnya di kelas tidak mau memperhatikan, mengganggu teman, membolos dan sebagainya.
Bagi mereka yang mempunyai IQ 90-95, sebetulnya tergolong taraf rata-rata, tetapi digolongkan dalam kemampuan yang kurang, karena seringkali beberapa aspek dari kemampuannya berada dibawah rata-rata, antara lain daya abstraksi, daya konsentrasi, dan daya ingatnya. Bila mereka tidak memperoleh perhatian yang cukup dari guru dan terutama dari orang tua, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga sering tidak naik kelas. Bagi mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90, selain mempunyai kekurangan-kekurangan seperti di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain, sehingga memerlukan pendidikan di sekolah luar biasa. Kemampuannya yang baik, maka umumnya segala sesuatu mudah baginya. Keadaan ini dapat menyebabkan pelajaran disekolah menjadi kurang menarik bagi mereka. Lalu mereka mengenggap remeh dan bersikap acuh tak acuh terhadap pelajaran. Di samping itu dapat timbul sikap atau tingkah laku lainnya yang kurang diinginkan, misalnya di kelas tidak mau memperhatikan, mengganggu teman, membolos dan sebagainya.
4.
Adanya hambatan
atau gangguan emosi
Adanya
hambatan atau gangguan emosi, seringkali disebabkan karena pengaruh lingkungan
yang kurang baik/sesuai (favourable). Misalnya :
·
Sikap orang tua
yang diktator, dan terlalu strict, hingga anak dalam segala hal didikte dan
dipaksakan untuk melaksanakan kemauan orang tuanya. Dan anak tidak memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, melaksanakan keinginannya dan untuk
berinisiatif sendiri. Akibatnya anak merasa tertekan, patah semangat dan hilang
inisiatif/kegairahan untuk melaksanakan sesuatu.
·
Sikap orang tua
yang telalu bersikap melindungi (over-protective). Orang tua semacam itu,
sedapat mungkin ingin melindungi/menghindarkan anaknya dari segala macam
kesulitan sampai ke yang paling kecil sekalipun, seperti dengan memberikan
bantuan kepada anaknya dalam segala hal. Dengan demikian maka anak tidak pernah
memperoleh kesempatan untuk menjadi "self dependent" (bertumpu pada
kemampuan diri sendiri) dan membentuk "self confidence" (kepercayaan
diri). Sikap serba bergantung pada orang lain tersebut menyebabkan ia selalu
merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk menghadapi atau melaksanakan sesuatu.
Sikapnya sering ragu-ragu, tidak berani dan selalu mengharapkan atau menunggu
bantuan orang lain. Usaha dari dirinya tidak ada atau kurang sekali. Hingga akhirnya
ia menjadi anak yang sangat bergantung kepada orang lain.
·
Sikap orang
tua, guru atau lingkungan yang "rejektive", serta
pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau traumatik bagi anak,
misalnya "broken home" (keluarga pecah). Keadaan yang kacau dirumah
sangat mengganggu ketenangan dan kestabilan jiwa anak.
B.
Pengaruh
Kesulitan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Berdasarkan
4 faktor penyebab kesulitan belajar di atas, maka dapat dikemukakan prestasi
sekolah yang umumnya diperoleh dari masing-masing kelompok sebagai berikut:
1.
Anak yang
kurang dalam kematangan fisik, mental atau emosi
Akan mengakibatkan :
Ø Angka kurang untuk tugas-tugas manual yang membutuhkan ketangkasan
dan keterampilan tangan.
Ø Angka kurang untuk pelajaran berhitung, membaca dan imlak (dikte).
Ø Angka kurang untuk sosialisasi (bermasyarakat), untuk sikap
kooperatif (kerjasama) terhadap teman-teman dan tugas-tugas yang harus
dikerjakan bersama. Sikap dependent (tergantung pada bantuan orang lain), mudah
menangis, atau sangat kasar terhadap kawan.
2.
Anak yang
mengalami hambatan fisik atau kelainan organik
Akibatnya antara lain:
Ø Angka kurang, terutama untuk pelajaran yang membutuhkan daya
tangkap dan pendengaran yang baik, misalnya imlak (dikte). Karena sering kurang
menangkap penjelasan-penjelasan guru, maka rata-rata angkanya rendah, hampir
untuk setiap pelajaran.
Ø Seperti halnya dengan gangguang pendengaran, maka pada gangguang
penglihatan, sering mengakibatkan prestasi yang rata-rata menurun dalam
pelajaran yang membutuhkan ketelitian dan ketajaman penglihatan. Di samping itu
anak sering merasa rendah diri bila ia harus menggunakan kaca mata, yang antara
lain berpengaruh terhadap menurunnya prestasi belajar anak.
Ø Terutama yang mengalami cacat atau gangguan pada tangan, maka prestasi
pelajarannya menjadi karena segala sesuatunya tidak dapat dilaksanakan dengan
cepat, sehingga tugas-tugas di sekolah sering tidak selesai.
Ø Adanya gangguan pada syaraf sering menyebabkan anak hyper-active
(terlalu sangat aktif), daya tangkap dan daya ingatnya lemah. Hal ini akan
mengakibatkan ia tidak dapat maju atau sedikit sekali mendapat kemajuan dalam
pelajaran.
3.
Anak yang
kurang kemampuannya (IQ rendah)
Ø pada umumnya sejak mereka mulai sekolah prestasinya kurang
dibandingkan anak-anak lain. Dan perbedaan ini bertambah jelas dengan
peningkatan pelajaran-pelajaran, terutama dalam matematika (berhitung) dan
pelajaran-pelajaran hafalan. Pada beberapa anak, juga dalam menulis dan membaca
angkanya kurang.
Ø Pada mereka dengan kemampuan tinggi, pada umumnya semua prestasinya
baik, tetapi karena kurangnya pengertian dari orang tua atau guru dan tidak ada
penyaluran, maka nampak adanya penurunan prestasi secara menyeluruh.
4.
Anak yang
mengalami hambatan atau gangguan emosi
menyebabkan
keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-pelajaran
yang membutuhkan konsentrasi, perhatian dan daya ingat. Di samping itu motivasi
untuk belajar pun menurun, lalu anak menjadi apatis (diam pasif, tidak punya
inisiatif).
C.
Upaya Mengatasi
Kesulitan dalam Belajar
Kesulitan
belajar merupakan masalah yang cukup kompleks
dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar
banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk
saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental
dan pembentukan karakternya. Di masa kini anak tidak hanya belajar menghitung,
membaca, atau menghafal pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung
jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah
disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus
ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak
tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau
memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam
menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan
setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan
hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih
tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan
pekerjaan rumah misalnya.
Sekali
lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi
bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi
menyenangkan.
1.
Perhatikan Mood
Untuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal
karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak belajar dengan senang hati
atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa
yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal,
coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena
pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas
orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
2.
Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang
tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk anak.
Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah anak
belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan
harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya
dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak
tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap
sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba
mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
3.
Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai
tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian
terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan
anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah.
Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana
guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal
komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini
biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat
mencoba.
Langkah-Langkah
Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah
mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.
Langkah-langkah diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa
a.
Identifikasi kasus
b.
Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c.
Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun
eksternal
2.
Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk
mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3.
Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai
alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan
kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial,
transfer atau referal.
Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan
untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai
berikut:
4.
Mengidentifikasi
siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai
siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami
kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
Meneliti
nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan
dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal
kompetensi yang dituntut.
Menganalisis
hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
Mendapatkan
kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
5.
Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya,
dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan
membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi
yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau
dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil
analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas,
ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam
belajar.
6.
Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan
mengalami berbagai kesulitan.
7.
Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan
kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun
penyembuhan (kuratif).
Demikianlah
prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan.
Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada
beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau
kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau pertolongan yang baik
tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa. Hal ini bertolak
belakang dengan pendapat Wiliamson, Ellis, Freud, dan Thorn yang menekankan
bahwa diagnosa sebagai langkah yang perlu dipakai dalam pendekatan konseling,
termasuk konseling yang menangani kesulitan dalam belajar. Bahkan ditekankan
bahwa diagnosa merupakan bagian dari kegiatan konselor dalam proses konseling.
Seyogyanya seorang pembimbing atau konselor perlu mengingat dan dapat bertindak
bijaksana dalam mempertimbangkan kapan sebaiknya diagnosa dipergunakan atau
tidak untuk menolong siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
Ada
berbagai macam cara untuk mengidentifikasi siswa, di antaranya seorang konselor
dapat menggunakan check list. Di samping penggunaan check list ini sangat
efektif dan efesien terutama bila jumlah siswa banyak, check list ini bisa berfungsi
sebagai alat pengayaan (screening device) untuk mengidentifikasi siswa yang
perlu segera atau skala prioritas yang harus ditolong.
Proses
pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam
proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah :
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah :
1.
Mengumpulkan data tentang siswa
2.
Mengamati tingkah laku siswa
3.
Mengenal siswa yang memerlukan bantuan khusus
4.
Mengadakan
komunukasi dengan orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan
anak.
5.
Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga yang terkait
untuk membantu memecahkan masalah siswa
6.
Membuat catatan pribadi siswa
7.
Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual
8.
Bekerjasama dengan konselor yang lain dalam menyusun
program bimbingan sekolah
9.
Meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar
sekolah
Mengingat sedemikian
pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor,
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
Dengan dimilikinya
kecakapan dan persyaratan khusus seperti terurai di atas, seorang konselor
diharapkan mampu membantu mengatasi dan memecahkan masalah kesulitan belajar
yang dialami oleh siswa. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan suatu konseling
akan bisa maksimal apabila ada keterbukaan dan kepercayaan antara pihak klien
dan konselor.
0 komentar:
Post a Comment