Definisi Salep
Salep dan cream adalah sediaan yang berbentuk setengah padat, terutama untuk pemakaian lokal. Sediaan setengah padat ini diformulasikan dengan konsistensi sedemikian rupa, sehingga diperoleh produk yang halus dan lembek yang mudah dioleskan pada permukaan kulit. Bagian kulit yang paling berpengaruh untuk absorpsi obat adalah : bagian epidermis, kelenjar rambut, kelenjar keringat serta kelenjar minyak.
Epidermis adalah lapisan kulit paling luar di mana salep/cream tersebut dioleskan. Tebal epidermis tersebut berlain-lainan tergantung dari letak kulit, sehingga sangat berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini dilapisi oleh suatu lapisan film yang terdiri dari lemak-lemak, yang mempunyai pH sekitar 4,5-6,5 dengan akibat diperoleh absorpsi yang berbeda pula. Telah terbukti bahwa absorpsi obat ke dalam kulit selain melalui lapisan epidermis tadi, juga melalui saluran-saluran di dalam kulit, seperti kelenjar rambut dan kelenjar keringat.
Epidermis adalah lapisan kulit paling luar di mana salep/cream tersebut dioleskan. Tebal epidermis tersebut berlain-lainan tergantung dari letak kulit, sehingga sangat berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini dilapisi oleh suatu lapisan film yang terdiri dari lemak-lemak, yang mempunyai pH sekitar 4,5-6,5 dengan akibat diperoleh absorpsi yang berbeda pula. Telah terbukti bahwa absorpsi obat ke dalam kulit selain melalui lapisan epidermis tadi, juga melalui saluran-saluran di dalam kulit, seperti kelenjar rambut dan kelenjar keringat.
Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam proses absorpsi melalui kulit antara lain adalah:
1. Koefisien partisi dari pada obat.
2. Kelembaban dan suhu kulit.
3. Jenis penyakit yang terdapat pada kulit.
4. Konsentrasi bahan berkhasiat.
5. Dasar salep/cream yang dipakai.
Salep
adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lender (Anonim, 1979).
Dasar
salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar saleop serap, dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air. Setiap
salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Anonim, 1995)
Macam-macam dasar salep antara lain :
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar
salep ini yaitu terdiri antara lain vaselin putih, Vaselin kuning,
Paravin encer, Paravin padat, Jelene, Minyak tumbuh-tumbuhan, Campuran
Vaselin dengan malam putih, malam kuning.
Dasar
salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila
lebih minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk
efek emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang
lama dan tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci.
Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada
perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 1989).
2. Dasar salep serap
Dasar
salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri
atas dasar yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (Paraffin hidrofilik dan Lanolin anhidrat) dan kelompok kedua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (Lanolin) (Ansel, 1989).
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar
salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepatnya disebut krim. dasar salep ini mudah dicuci dari kulit
atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk bahan dasar
kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif dengan
menggunakan dasar salep ini. Keuntungan lain adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap air pada kelainan dermatologik (Ansel,
1989).
4. Dasar salep larut dalam air
Kelompok
ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen
larut air. Sama halnya dengan dasar salep yang dapat dicuci dengan air
dasar salep ini banyak memiliki keuntungan (Ansel, 1989).
Pemilihan
dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati,
serta stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu
menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas
yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang dapat terhidrolisis, lebih
stabil dalam dasar salep hidrokarbondaripada dasar salep yang mengandung
air meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang
mengandung air (Anief, 2003).
B. Metode Pembuatan Salep
1. Metode Pelelehan
Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen
2. Metode Triturasi
Zat
yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan
sisa basis
3. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil
Bila
masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang
tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan
basis salep yang dapat menyerap air,
4. Salep yang dibuat dengan peleburan
a. Dalam cawan porselen
b. salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya (air ditambahkan terakhir)
c. Bila
bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh
perlu dikolir (disaring dengan kasa)Ã dilebihkan 10-20%
Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok :
1. basis hidrokarbon,
2. basis absorpsi (basis serap),
3. basis yang dapat dicuci dengan air, dan
4. basis larut dalam air.
Basis
salep yang lain seperti basis lemak dan minyak lemak serta basis
silikon. Setiap salep obat menggunakan salah satu basis salep tersebut
Basis hidrokarbon
1. sifat inert
2. umumnya merupakan senyawa turunan minyak bumi (Petrolatum) yang memiliki bentuk fisik semisolid dan dapat juga dimodifikasi dengan wax atau senyawa turunan minyak bumi yang cair (Liquid Petrolatum)
3. Basis ini digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep yang terbuat dari minyak nabati atau hewani
Sifat
minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit
tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Sifat minyak yang
hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum
pada beberapa zat aktif seperti antibiotik.
Basis
ini juga hanya menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari formulasi
serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan
membentuk lapisan film yang waterproff.
Basis
ini juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit. Sifat-sifat tersebut
sangat menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban kulit
sehingga basis ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Selain mempertahankan kadar air, basis ini juga mampu meningkatkan hidrasi pada kulit (horny layer)
dan hal ini dapat meningkatkan absorbsi dari zat aktif secara perkutan.
Hal ini terbukti dengan mengukur peningkatan efek vasokonstriksi pada
pemberian steroid secara topikal dengan basis hidrokarbon.
Kerugian Basis Hidrokarbon
1. Sifatnya
yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci
oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
2. Hal
ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis
hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi
seperti krim dan lotion.
Beberapa contoh kandungan basis hidrokarbon
1. Soft Paraffin
Basis diperoleh melalui pemurnian hidrokarbon semisolid dari minyak bumi. Jenis sof paraffin yaitu :
berwarna kuning digunakan untuk zat aktif yang berwarna
berwarna putih (melalui proses pemutihan) digunakan untuk zat aktif yang tidak berwarna, berwarna putih, atau berwarna pucat.
Proses pemutihan menyebabkan sebagian pasien sensitif terhadap soft paraffin yang berwarna putih
2. Hard Paraffin
Merupakan
campuran bahan-bahan hidrokar-bon solid yang diperoleh dari minyak
bumi. Sifat fisiknya tidak berwarna s/d berwarna putih, tidak berbau,
memiliki tekstur berminyak seperti wax, dan memiliki struktur kristalin.
Hard paraffin biasanya digunakan untuk memadatkan basis salep.
3. Liquid Paraffin
Merupakan
campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Umumnya transparan dan
tidak berbau. Mudah mengalami oksidasi sehingga dalam penyimpanannya
ditambahkan antioksidan seperti Butil hidroksi toluene (BHT), digunakan
untuk menghaluskan basis salep dan mengurangi viskositas sediaan krim.
Jika dicampur dengan 5% low density polietilen, lalu dipanaskan dan
dilakukan pendinginan secara cepat, akan menghasilkan massa gel yang
mampu mempertahankan konsistensinya dalam rentang suhu yang cukup luas
(-15oC hingga 60oC).
Sifatnya
stabil pada perubahan suhu, kompatibel terhadap banyak zat aktif, mudah
digunakan, mudah disebar, melekat pada kulit, tidak terasa berminyak
dan mudah dibersihkan.
C. Pertimbangan Pemilihan Bahan :
Pemilihan basis salep disesuaikan dengan sifat zat aktif dan tujuan penggunaan. Sifat :
Pemilihan basis salep disesuaikan dengan sifat zat aktif dan tujuan penggunaan. Sifat :
1. Basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif karena inert,
2. Sedikit atau tidak mengandung air,
3. Tidak mengabsorbsi air dari lingkungannya.
4. Kandungan airnya yang sangat sedikit dapat mencegah hidrolisis zat aktif seperti beberapa antibiotik.
5. Kemampuan menyerap air yang rendah menyebabkan basis ini dapat digunakan pada eksudat (luka terbuka).
6. Meskipun demikian, basis ini tetap meningkatkan hidrasi kulit sehingga meningkatkan absorbsi zat aktif secara perkutan.
Oleh
karena itu, basis hidrokarbon merupakan basis dari salep dasar dan jika
tidak disebutkan apa-apa maka basis hidrokarbon yang digunakan sebagai
salep dasar adalah vaselin putih.
Dasar salep Hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak,
bebas air, dimana preparat berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam
jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah bercampur. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan
sifatnya sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam
waktu lama. Contoh : vaselin kuning dan putih, salep kuning dan putih,
paraffin dan minyak mineral. Vaselin kuning boleh digunakan untuk mata,
sedangkan yang putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.
1. Vaselin Kuning/Flavum
Vaselin
kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat
yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai. Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan hingga amber
lemah; berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur, dalam
lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak berbau dan berasa. Kelarutan
: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon
disulfida, dalam kloroform dan dalam minyak terpentin; larutdalam eter,
dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis
tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol
mutlak dingin.
2. Vaselin Putih/Album
Vaselin
putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat
yang diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan
dihilangkan warnanya. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai. Pemerian : putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0 derajat C. Kelarutan
: tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon
disulfida, dalam kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian
besar minyak lemak dan minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin
dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
3. Parafin
Parafin
adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari
minyak tanah. Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak
berwarna atau putih, tidak berbau, tidak berasa, agak berminyak.
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis
minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.
4. Salep Kuning
Tiap
1000 g mengandung 50 g lilin dan 950 g vaselin kuning. Lilin kuning
adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis mellifera). Lelehkan
lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning, hangatkan
hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai
mengental.
5. Salep putih
Tiap
1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin putih
adalah lilin lebah murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam
steam bath, tambahkan vaselin putih, hangatkan hingga menjadi cair.
Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.
6. Minyak mineral
Minyak
mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak
tanah. Berguna untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat
salep dengan dasar berlemak. Dapat mengandung bahan penstabil yang
sesuai.
D. Metode pembuatan salep
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu: metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah didinginkan.
Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.
E. Pengujian salep
Meliputi uji sifat fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep.
1. Uji sifat fisik salep terdiri dari:
a. Viskositas
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi akan semakin besar tegangan. (Martin dkk, 1993).
b. Daya melekat
Untuk mengetahui lamanya salep melekat pada kulit.
c. Daya menyebar
Untuk mengetahui kelunakan massa salep pada waktu dioleskan pada kulit yang diobati.
d. Daya proteksi
Untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari pengaruh luar pada waktu pengobatan.
2. Kecepatan pelepasan obat
Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membran selofan (Voigt, 1984).
Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakukan dengan Metode in-vitro
Metode in-vitro terdiri dari:
a. Metode pelepasan tanpa batas membran
b. Metode difusi dengan kontrol membran, yang terdiri dari:
1) Membran kulit tiruan
2) Membran kulit alami
3) Sel difusi
4) Kondisi sel difusi tiruan secara in-vitro (Barry, 1983)
Uji pelarutan in-vitro mengukur
laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media dengan adanya satu
atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Sifat
medium pelarutan juga akan mempengaruhi uji pelarutan. Kelarutan maupun
jumlah obat dalam bentuk sediaan harus dipertimbangkan. Dalam melakukan
uji in-vitro ini perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu
a. Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan.
b. Jumlah
pengadukan dan sifat pengadukan. Kenaikan pengadukan dari media pelarut
akan menurunkan tebal stagnant layer mengakibatkan kelarutan obat lebih
cepat (Shargel dan Yu, 2005). Pengadukan terlalu lemah ada resiko
cuplikan dalam medium tidak homogen dan pengadukan terlalu kuat
menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
c. Suhu.
Dalam
medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang konstan
yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi
sehingga akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
d. Medium pelarutan
Sifat
medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium disolusi
hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan persoalan
tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu media
yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna (Shargel dan Yu, 2005).
2. Metode in-vivo
a. Penelitian respon fisiologis dan farmakologi pada hewan uji.
b. Sifat fisika kulit
c. Metode histologi
d. Analisis pada cairan badan atau jaringan
e. Kehilangan permukaan (Barry, 1983).
BAB II
METODE KERJA
A. Formula
1. Hydrocortisone Acetat 0,1% 5mg
2. Cera Alba 10% 500mg
3. Butylhydroxyanisole 0,005% 0,25 mg
4. Vaselin album ad 5 g
B. Prosedur pembuatan
1. Timbang Hydrocortison acetate 27,5 mg
2. Timbang cera alba 3,022 gram
3. Timbang Buthyl hydroxyanisol 1,375 mg
4. Timbang vaselin album 27,196 gram
5. Cera album dilebur dI atas waterbath ad meleleh
6. Vaselin album dilebur di atas waterbath ad meleleh
7. Buat mortar hangat dengan air panas atau di bakar
8. 5+6 dimasukkan ke dalam mortir panas aduk ad homogeny
9. Tambahkan 1+4 dalam mortar panas, aduk ad homogen dan dingin serta terbentuk massa salep
10. Salep dibagi menjadi 5 bagian di atas kertas perkamen
11. Dimasukkan ke dalam tube
12. Tube diketok-ketok agar salep turun ke bawah
13. Tube ditutup dengan cara melipat bagian bawah.
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil
formulasi salep ini telah dievaluasi organoleptik, homogenitas , serta
uji isi minimum. Salep yang memenuhi persyaratan masing-masing evaluasi,
dianggap sebagai formulasi yang baik. Berikut analisis hasil evaluasi
salep :
A. Organoleptik;
Pada
saat hari pembuatan, warna kuning pucat. Hal ini disebabkan karena
salep ini mengandung cera alba yang berwarna kuning pucat. Rasa pada
jari halus yang artinya semua bahan sudah homogeny. Uji organoleptic
yang kedua yaitu uji ketengikan. Setelah mengalami penyimpanan selama 1
minggu, formula salep ini ternyata menghasilkan bau yang tengik.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena adanya zat pengotor dri basis
salep yang tidak seluruhnya tersaring di atas kain kassa, sehingga
formula salep menjadi tengik selama penyimpanan.
B. Uji homogenitas;
Uji
ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi partikel atau granul dari
suatu pasta dan hasil dari uji salep yang dilakukan hasilnya homogen.
Hal ini mengartikan bahwa partikel dari salep tersebut telah
terdistribusi dengan baik atau merata. Dapat dilihat saat sampel salep
di oleskan secara merata pada obyek glass, persebaran butiran-butiran
merata.
BAB IV
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dari
formulasi dalam pembuatan salep hydrocortisone asetat ini diperoleh
hasil organoleptic meliputi warna, rasa dengan jari dan bau. Warna dari
formula salep ini kuning pucat dan warna ini tidak berubah dalam
penyimpanan. Untuk rasa dengan jari yaitu halus sehingga formula salep
ini homogeny dalam pembuatan dan pencampurannya. Sedangkan uji
organoleptic yang kedua yaitu bau. Formula salep yang diuji ini
menghasilkan bau yang tengik yang artinya di dalam formula ini terjadi
reaksi yang tidak sesuai dengan hasil pada teori yang seharusnya tidak
berbau tengik.
Untuk
uji homogenitas dan uji isi minimum, formula salep ini hasilnya
homogeny yang ditunjukkan dengan sampel salep yang dioleskan pada objek
glass terlihat persebaran yang merata. Sedangkan uji isi minimum salep
ini telah lolos uji karena rata-ratanya 5 g dan tidaksatupun dari volume
yang di uji kurang dari 95% (4.75 g).
DAFTAR PUSTAKA
British Pharmacopoeia 2009
Farmakope Indonesia IV
Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed
0 komentar:
Post a Comment