Obat obatan ibu hamil
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat).Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron
mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen (menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid.
Ø Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.
Ø Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.
5. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita hamil.
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi alkohol selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.
9. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.
10. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.
11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)
Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.
12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.
Kesimpulan
Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa kehamilan, termasuk diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan atas, dan keluhan saluran cerna
Beberapa obat diketahui memiliki efek teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya Penghambat ACE (obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik tetrasiklin, doksisiklin, dan streptomisin, antikoagulan, litium, obat antikejang, beberapa obat antineoplasma, vitamin A dan turunannya, obat antitiroid, kokain, dan thalidomide.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat).Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron
mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen (menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
- Antibiotik dan antiinfeksi lain
- Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
- Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
- Analgesik (anti nyeri)
- Obat-obat gangguan psikiatri
- Vitamin dan mineral
- Obat-obatan Narkotik
- Anti kejang
- Obat sakit kepala
- Obat anti kanker
- Antikoagulan (pembekuan darah)
- Obat Anti Hipertensi
- Antibiotik dan antiinfeksi lain
- Penisilin
- Klindamisin
- Tetrasiklin
- Metronidazol
- Aminoglikosida
- Trimetoprim-sulfametoksazol
- Eritromisin
- Antivirus
Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :
- Antihistamin
- Dekongestan
- Pereda Batuk
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :
- Glukokortikoid
- Teofilin
- Sodium Kromolin
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :
- Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
- Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin, metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil
- Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan.
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid.
Ø Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.
Ø Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.
5. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita hamil.
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi alkohol selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.
9. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.
10. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.
11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)
Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.
12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.
Kesimpulan
Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa kehamilan, termasuk diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan atas, dan keluhan saluran cerna
Beberapa obat diketahui memiliki efek teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya Penghambat ACE (obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik tetrasiklin, doksisiklin, dan streptomisin, antikoagulan, litium, obat antikejang, beberapa obat antineoplasma, vitamin A dan turunannya, obat antitiroid, kokain, dan thalidomide.
0 komentar:
Post a Comment