BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam peristiwa
belajar dan pembelajaran di kelas, seringkali terjadi bahwa walaupun siswa
dibimbing oleh guru dengan bahan pelajaran, waktu, tempat dan metode yang sama,
namun hasil atau prestasi yang diperoleh siswa itu berbeda-beda. Bahkan tidak
jarang terjadi prestasi belajar siswa ada yang mempunyai perbedaan yang sangat
mencolok.
Aktivitas belajar bagi setiap siswa tidak selamanya dapat berlangsung dengan lancar, tetapi kadangkala pula tersendat - sendat, kadang-kadang cepat memahami apa yang dipelajari , tidak jarang pula sulit untuk berkonsentrasi. Setiap individu memang tidak ada yang sama.
Siswa yang cerdas cenderung prestasi belajarnya baik. Akan tetapi sering pula dijumpai siswa yang memiliki prestasi tinggi sewaktu di SD, tetapi setelah berada di SMP dan SMA memiliki hasil belajar yang rendah. Kenyataan seperti ini disebabkan karena terdapat pula beberapa faktor yang berpengaruh, diantaranya adalah karena adanya berbagai masalah dalam belajar.
Namun sayang, banyak pelajar yang
tidak mengerti faktor penyebab timbulnya masalah dalam belajar dan juga cara
untuk mengatasi masalah tersebut. Akibatnya, banyak pelajar semakin malas untuk
belajar karena ketidaktahuan mereka mengenai cara mengatasi masalah tersebut.
Hal ini tentunya juga dapat mengakibatkan prestasi mereka akan selalu rendah.
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang tersebut, maka penulis berupaya menyusun suatu karya
tulis dengan judul Pengaruh Kesulitan Belajar Terhadap Prestasi Siswa SMA
Negeri 3 Tegal. Hal ini
dimaksudkan sebagai tambahan pengetahuan dan juga informasi bagi pembaca
khususnya penyusun sendiri.
A. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
makna belajar ?
2. Apa
pengaruh kesulitan belajar terhadap prestasi siswa?
3. Apa
saja penyebab timbulnya kesulitan dalam belajar ?
4. Bagaimana
cara mengatasi kesulitan dalam belajar ?
B. PEMBATASAN
MASALAH
Dalam karya tulis ini,
penulis hanya membatasi pengaruh kesulitan belajar terhadap prestasi belajar
siswa SMA Negeri 3 Tegal.
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
memenuhi tugas akhir di SMA N 3 Tegal
2. Ingin
mengetahui penyebab timbulnya kesulitan dalam belajar dan cara mengatasinya
3. Untuk
mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi belajar
4. Untuk
mengetahui pengaruh kesulitan belajar terhadap prestasi belajar siswa
5. Menambah
ketrampilan menulis kami untuk bekal studi di perguruan tinggi dan bekal
memasuki lapangan kerja
D. METODE
PENGUMPULAN DATA
Metode studi pustaka / literatur
Kami mengambil beberapa sumber sebagi
pedoman pembuatan karya tulis kami
E. SISTEMATIKA
PENULISAN
Karya tulis ini terdiri
atas empat bab :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Perumusan
Masalah
C. Pembatasan
Masalah
D. Tujuan
Penulisan
E. Metode
Penulisan
F. Sistematika
Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi
Belajar
B. Pengertian
Kesulitan Belajar
C. Pengertian Prestasi Belajar
BAB III PEMBAHASAN
A. Faktor
Penyebab Timbulnya Kesulitan dalam Belajar
B. Pengaruh
Kesulitan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa
C. Upaya
Mengatasi Kesulitan dalam Belajar
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi
Belajar
Sebagian orang
beranggapan bahwa blajar adalah semata mata mengumpulkan atau menghafalkan
fakta – fakta yang tersaji dalam bentuk informasi / materi pelajaran. Orang
yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak –
anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar
informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.
Disamping itu, ada pula sebagian
orang yang memandang belajar sebagai pelatihan belaka seperti yang tampak pada
pelatihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya
mereka akan merasa cukup puas bila anak – anak mereka telah mampu
memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan
mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut.
Untuk
menghindari ketidak lengkapan persepsi tersebut, penyusun akan melengkapi
sebagian definisi mereka dengan komentar dan interpretasi seperlunya.
Hintzman dalam bukunya The
Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is change in
organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya,
belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau
hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah laku organisme
tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila memengaruhi organisme.
Dalam
penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belaajr itu menambahkan bahwa
pengalaman hidup sehari hari dalam bentuk apa pun sangat memungkinkan untuk
diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga
berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan.
Reber dalam
kamus susunanya yang tergolong modern, Dictionary of Psychology membatasi
belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of
acquiring knowledge, yakni proses yang memeroleh pengetahuan. Pengertian
ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh
sebagian ahli dipandang kurang representatif karena tidak mengikutsertakan
perolehan keterampilan nonkognitif.
Kedua, belajar
adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as
a result of reinforced practice, yaitu
suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil praktik
yang diperkuat. Daalm definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial
dan perlu disorotiuntuk memahami proses belajar.
1.
Relatively
permanent, yang secara
umum menetap
2.
Response
potentiality, kemampuan
bereaksi
3.
Reinforced, yang diperkuat
4.
Practice, praktik atau latihan
istilah 1) konotasinya adalah bahwa
perubahan yang bersifat sementara seperti perubahan karena mabuk, lelah, jenuh,
dan perubaahn karena kematangan fisik tidak termasuk belajar. Istilah 2)
berarti menunjukkan pengakuan terhadap adanya perbedaan antara belajar denag
penampilan atau kinerja hasil – hasil belajar. Hal ini merefleksikan keyakinan
bahwa belajar itu merupakan peristiwa hipotesis yang hanya daapt dikenali
melalui perubahan kinerja akademik yang dapat diukur. Istilah 3) konotasinya
adalah bahwa kemajuan yang didapat dari proses belajar mungkin akan musnah stau
sangat lemah apabila tidak diberi penguatan. Adapun istilah terakhir, yakni practice,
menunjukkan bahwa proses belajar itu membutuhkan latihan yang berulang
ulang untuk menjamin kelestarian kinerja akademik yang telah dicapai siswa.
Secara
kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian
atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak banyaknya. Jadi,
belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai
siswa.
Secara
institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses
“validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi materi yang
telah dia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar
dapat diketahui seusai proses belajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru
mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk skor.
Adapun
pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memeroleh
arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di
sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini di fokuskan pada tercapainya
daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini
dan nanti dihadapi siswa.
Timbulnya
keanekaragaman pendapat para ahli tersebut adalah fenomena perselisihan yang
wajar karena adanya perbedaan titik pandang. Selain itu , perbedaan antara satu
situasi belajar dengan situsi belajar lainnya yang diamati oleh para ahli juga
dapat menimbulkan perbedaan pandangan. Situasi belajar menulis, misalnya, tentu
tidak sama dengan situasi belajar matematika. Namun demikian, dalam beberapa
hal tertentu yang mendasar, mereka sepakat seperti dalam penggunaan istilah “ berubah”
dan “tingkah laku”.
Bertolak dari berbagai definisi yang
telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sehubungan dengan pengertian perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan
tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah,
dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.
B.
Pengertian kesulitan
Belajar
C.
Pengertian
Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah sebuah kalimat
yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan
belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian
prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing
permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai
makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami
lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini
akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19).
Menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa
prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat
perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu
hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa
prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara
individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang
dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang
hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
individu.
Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa
nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa
prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa
perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur
dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Faktor Penyebab
Timbulnya Kesulitan dalam Belajar
Seringkali
kita mendengar masalah atau keluhan tentang kesulitan yang dialami anak-anak
dan remaja dalam menghadapi dan mengikuti pelajaran di sekolah, baik secara
lisan, tulisan ataupun tugas-tugas yang perlu dilaksanakan. Masalah keluhan itu
timbul bukan semata-mata sebagai suatu reaksi spontan terhadap suatu keadaan,
akan tetapi biasanya mulai dirasakan sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
kadang-kadang sudah berlangsung lama atau berlarut-larut.
Pada anak-anak dan remaja yang mengalami masalah sekolah, biasanya terdapat keluhan-keluhan umumnya sebagai berikut :
Pada anak-anak dan remaja yang mengalami masalah sekolah, biasanya terdapat keluhan-keluhan umumnya sebagai berikut :
·
Tidak ada minat
terhadap pelajaran dan bersikap acuh tak acuh,
·
Prestasi
sekolah menurun atau tidak ada kemajuan sama sekali,
·
Timbulnya
sikap-sikap atau tingkah laku yang tidak diinginkan.
Bila kita tinjau, maka pada umumnya masalah tersebut disebabkan
oleh adanya faktor-faktor negatif sebagai berikut :
1.
Kurang adanya
kematangan physik, mental atau emosi sesuai dengan usianya.
Faktor ini terutama penting bagi anak-anak taraf permulaan SD.
Faktor ini terutama penting bagi anak-anak taraf permulaan SD.
·
Kematangan
fisik yang sesuai dengan usia, misalnya keseimbangan dan koordinasi sensor
motorik (daya gerak), memegang peranan penting terhadap apa yang dapat
dilaksanakan anak.
·
Kematangan
mental yang sesuai dengan usianya dapat membantu anak dalam hal memusatkan
perhatian, menangkap, memikirkan, dan mengolah hal-hal yang tidak hanya
bersifat konkrit, tetapi menjurus kepada hal-hal yang lebih abstrak.
·
Kematangan
emosi yang sesuai dengan usianya, akan membantu anak untuk tidak bersikap dependent
(tergantung pada orang lain), berani menghadapi dunia luar dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.
Adanya
hambatan fisik atau kelainan organis
Hambatan fisik atau kelainan organis misalnya :
Hambatan fisik atau kelainan organis misalnya :
·
Gangguan
pendengaran
·
Gangguan
penglihatan
·
Cacat pada
anggota badan, terutama pada tangan,
·
Gangguan pada
syaraf.
3.
Kemampuan yang
kurang atau justru lebih tinggi
Kemampuan
yang kurang, yaitu mereka yang mempunyai kemampuan pada taraf rata-rata rendah
atau dibawah rata-rata (IQ kurang dari 95).
Bagi mereka yang mempunyai IQ 90-95, sebetulnya tergolong taraf rata-rata, tetapi digolongkan dalam kemampuan yang kurang, karena seringkali beberapa aspek dari kemampuannya berada dibawah rata-rata, antara lain daya abstraksi, daya konsentrasi, dan daya ingatnya. Bila mereka tidak memperoleh perhatian yang cukup dari guru dan terutama dari orang tua, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga sering tidak naik kelas. Bagi mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90, selain mempunyai kekurangan-kekurangan seperti di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain, sehingga memerlukan pendidikan di sekolah luar biasa. Kemampuannya yang baik, maka umumnya segala sesuatu mudah baginya. Keadaan ini dapat menyebabkan pelajaran disekolah menjadi kurang menarik bagi mereka. Lalu mereka mengenggap remeh dan bersikap acuh tak acuh terhadap pelajaran. Di samping itu dapat timbul sikap atau tingkah laku lainnya yang kurang diinginkan, misalnya di kelas tidak mau memperhatikan, mengganggu teman, membolos dan sebagainya.
Bagi mereka yang mempunyai IQ 90-95, sebetulnya tergolong taraf rata-rata, tetapi digolongkan dalam kemampuan yang kurang, karena seringkali beberapa aspek dari kemampuannya berada dibawah rata-rata, antara lain daya abstraksi, daya konsentrasi, dan daya ingatnya. Bila mereka tidak memperoleh perhatian yang cukup dari guru dan terutama dari orang tua, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, sehingga sering tidak naik kelas. Bagi mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90, selain mempunyai kekurangan-kekurangan seperti di atas, juga mempunyai kelemahan-kelemahan lain, sehingga memerlukan pendidikan di sekolah luar biasa. Kemampuannya yang baik, maka umumnya segala sesuatu mudah baginya. Keadaan ini dapat menyebabkan pelajaran disekolah menjadi kurang menarik bagi mereka. Lalu mereka mengenggap remeh dan bersikap acuh tak acuh terhadap pelajaran. Di samping itu dapat timbul sikap atau tingkah laku lainnya yang kurang diinginkan, misalnya di kelas tidak mau memperhatikan, mengganggu teman, membolos dan sebagainya.
4.
Adanya hambatan
atau gangguan emosi
Adanya
hambatan atau gangguan emosi, seringkali disebabkan karena pengaruh lingkungan
yang kurang baik/sesuai (favourable). Misalnya :
·
Sikap orang tua
yang diktator, dan terlalu strict, hingga anak dalam segala hal didikte dan
dipaksakan untuk melaksanakan kemauan orang tuanya. Dan anak tidak memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, melaksanakan keinginannya dan untuk
berinisiatif sendiri. Akibatnya anak merasa tertekan, patah semangat dan hilang
inisiatif/kegairahan untuk melaksanakan sesuatu.
·
Sikap orang tua
yang telalu bersikap melindungi (over-protective). Orang tua semacam itu,
sedapat mungkin ingin melindungi/menghindarkan anaknya dari segala macam
kesulitan sampai ke yang paling kecil sekalipun, seperti dengan memberikan
bantuan kepada anaknya dalam segala hal. Dengan demikian maka anak tidak pernah
memperoleh kesempatan untuk menjadi "self dependent" (bertumpu pada
kemampuan diri sendiri) dan membentuk "self confidence" (kepercayaan
diri). Sikap serba bergantung pada orang lain tersebut menyebabkan ia selalu
merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk menghadapi atau melaksanakan sesuatu.
Sikapnya sering ragu-ragu, tidak berani dan selalu mengharapkan atau menunggu
bantuan orang lain. Usaha dari dirinya tidak ada atau kurang sekali. Hingga
akhirnya ia menjadi anak yang sangat bergantung kepada orang lain.
·
Sikap orang
tua, guru atau lingkungan yang "rejektive", serta pengalaman-pengalaman
yang kurang menyenangkan atau traumatik bagi anak, misalnya "broken
home" (keluarga pecah). Keadaan yang kacau dirumah sangat mengganggu
ketenangan dan kestabilan jiwa anak.
B.
Pengaruh
Kesulitan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Berdasarkan
4 faktor penyebab kesulitan belajar di atas, maka dapat dikemukakan prestasi
sekolah yang umumnya diperoleh dari masing-masing kelompok sebagai berikut:
1.
Anak yang
kurang dalam kematangan fisik, mental atau emosi
Akan mengakibatkan :
Ø Angka kurang untuk tugas-tugas manual yang membutuhkan ketangkasan
dan keterampilan tangan.
Ø Angka kurang untuk pelajaran berhitung, membaca dan imlak (dikte).
Ø Angka kurang untuk sosialisasi (bermasyarakat), untuk sikap
kooperatif (kerjasama) terhadap teman-teman dan tugas-tugas yang harus
dikerjakan bersama. Sikap dependent (tergantung pada bantuan orang lain), mudah
menangis, atau sangat kasar terhadap kawan.
2.
Anak yang
mengalami hambatan fisik atau kelainan organik
Akibatnya antara lain:
Ø Angka kurang, terutama untuk pelajaran yang membutuhkan daya
tangkap dan pendengaran yang baik, misalnya imlak (dikte). Karena sering kurang
menangkap penjelasan-penjelasan guru, maka rata-rata angkanya rendah, hampir
untuk setiap pelajaran.
Ø Seperti halnya dengan gangguang pendengaran, maka pada gangguang
penglihatan, sering mengakibatkan prestasi yang rata-rata menurun dalam
pelajaran yang membutuhkan ketelitian dan ketajaman penglihatan. Di samping itu
anak sering merasa rendah diri bila ia harus menggunakan kaca mata, yang antara
lain berpengaruh terhadap menurunnya prestasi belajar anak.
Ø Terutama yang mengalami cacat atau gangguan pada tangan, maka
prestasi pelajarannya menjadi karena segala sesuatunya tidak dapat dilaksanakan
dengan cepat, sehingga tugas-tugas di sekolah sering tidak selesai.
Ø Adanya gangguan pada syaraf sering menyebabkan anak hyper-active
(terlalu sangat aktif), daya tangkap dan daya ingatnya lemah. Hal ini akan
mengakibatkan ia tidak dapat maju atau sedikit sekali mendapat kemajuan dalam
pelajaran.
3.
Anak yang kurang
kemampuannya (IQ rendah)
Ø pada umumnya sejak mereka mulai sekolah prestasinya kurang
dibandingkan anak-anak lain. Dan perbedaan ini bertambah jelas dengan
peningkatan pelajaran-pelajaran, terutama dalam matematika (berhitung) dan
pelajaran-pelajaran hafalan. Pada beberapa anak, juga dalam menulis dan membaca
angkanya kurang.
Ø Pada mereka dengan kemampuan tinggi, pada umumnya semua prestasinya
baik, tetapi karena kurangnya pengertian dari orang tua atau guru dan tidak ada
penyaluran, maka nampak adanya penurunan prestasi secara menyeluruh.
4.
Anak yang
mengalami hambatan atau gangguan emosi
menyebabkan
keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-pelajaran
yang membutuhkan konsentrasi, perhatian dan daya ingat. Di samping itu motivasi
untuk belajar pun menurun, lalu anak menjadi apatis (diam pasif, tidak punya
inisiatif).
C.
Upaya Mengatasi
Kesulitan dalam Belajar
0 komentar:
Post a Comment